HARIAN MERAPI - Syukur nikmat adalah menunjukkan adanya nikmat Allah pada dirinya melalui lisan, hati, dan perbuatan.
Dengan melalui lisan, yaitu berupa pujian dan mengucapkan kesadaran diri bahwa ia telah diberi nikmat.
Dengan melalui hati, berupa persaksian dan kecintaan kepada Allah.
Baca Juga: Lima sistem pembelajaran primer menurut pandangan konstruktivisme pendidikan
Melalui anggota badan, berupa kepatuhan dan ketaatan kepada Allah.
Lawan dari syukur nikmat adalah kufur nikmat, yaitu enggan menyadari atau bahkan mengingkari bahwa nikmat yang ia dapatkan adalah dari Allah Ta’ala, semua keberhasilan dan kemewahan harta yang dimiliki adalah hasil usaha pribadi semata, semisal Qarun yang dengan congkaknya berkata,
“Sungguh harta dan kenikmatan yang aku miliki itu aku dapatkan dari ilmu yang aku miliki” (QS. Al-Qashash, 28:78).
Adapun tanda-tanda orang yang pandai bersyukur adalah;
Pertama, mengakui dan menyadari bahwa Allah SWT telah memberinya nikmat yang sangat banyak.
Orang yang bersyukur senantiasa menisbatkan setiap nikmat yang didapatnya kepada Allah Ta’ala.
Baca Juga: Lima etika bermusyawarah dalam Islam, di antaranya bersikap lemah lembut
Ia senantiasa menyadari bahwa hanya atas takdir dan rahmat Allah semata lah nikmat tersebut bisa diperoleh.
Sedangkan orang yang kufur nikmat senantiasa lupa akan hal ini.
Dari Ibnu Abbas RA ia berkata,
“Ketika itu hujan turun di masa Nabi Shallallahu’alaihi Wasallam, lalu Nabi bersabda, ‘Atas hujan ini, ada manusia yang bersyukur dan ada yang kufur nikmat. Orang yang bersyukur berkata, ‘Inilah rahmat Allah.’ Orang yang kufur nikmat berkata, ‘Oh pantas saja tadi ada tanda begini dan begitu’” (HR. Muslim no.73).