Kalau sekilas kita baca, dua norma itu baik-baik saja adanya, yakni berupa larangan melakukan kekerasan atau pelecehan seksual, sehingga pelakunya diancam sanksi. Namun, kalau kita cermati lagi, lantas bagaimana bila perbuatan itu (menyentuh, mengusap, dan seterusnya...) telah mendapat persetujuan korban ?
Inilah yang jadi masalah. Ini penting dipertanyakan karena dalam sistem hukum yang dianut Indonesia adalah asas legalitas, yakni kalau tidak ada larangan, orang tidak dapat dihukum. Tidak seorangpun dapat dipidana kecuali telah ada aturan yang melarangnya.
Dengan pemahaman seperti itu, maka bila perbuatan yang diterangkan dalam Pasal 5 ayat (2) huruf l dan m, bila dilakukan dengan persetujuan korban, maka tidak masuk perbuatan yang dilarang dan diancam hukuman.
Baca Juga: Berantas Mafia Pelabuhan, Kejaksaan Agung Gelar Operasi Intelijen
Tujuan dimasukkannya pasal tersebut sebenarnya baik, yakni mencegah terjadinya kekerasan seksual di lingkungan perguruan tinggi. Semua tindakan seperti meraba, mengusap, memeluk dan seterusnya yang dilakukan tanpa persetujuan korban adalah perbuatan yang dilarang dan masuk kategori kekerasan seksual.
Namun, bila dilakukan dengan persetujuan korban, tidak masuk kategori kekerasan seksual, sehingga tidak diancam sanksi, menurut Permendikbud PPKS.
Permendikbud PPKS memang tidak mengatur perbuatan yang dilakukan secara sukarela atau tanpa paksaan, misalnya meraba, menyentuh, memeluk dan seterusnya dengan persetujuan korban. Inilah yang kemudian menimbulkan kesan bila tindakan itu dilakukan suka rela, tanpa paksaan, suka sama suka, tidak masuk pelanggaran.
Baca Juga: Kualifikasi Pila Dunia, Turki Cukur Gibraltar 6-0 Saat Norwegia Seri 0-0 Lawan Latvia
Barangkali kita bisa membandingkan dengan KUHP yang mengatur tentang kesusilaan. Seperti diketahui, KUHP yang berlaku sekarang adalah peninggalan penjajah Belanda, sehingga tak mempertimbangkan aspek syariat agama maupun Pancasila.
Bahkan, dalam KUHP tidak ada larangan seks bebas, sepanjang dilakukan tanpa ada paksaan, kekerasan maupun ancaman kekerasan, asalkan pasangan laki-laki dan perempuan itu salah satu atau keduanya belum terikat perkawinan sah. Jadi, kalau mau jujur, KUHP sesungguhnya melegalkan seks bebas.
Jadi, bila ada pasangan laki-laki dan perempuan dewasa, salah satu atau keduanya belum terikat perkawinan sah, kemudian mereka melakukan hubungan seksual tanpa paksaan, tidak diancam pidana menurut KUHP. Konsep perzinaan menurut KUHP, adalah bila salah satu atau keduanya telah terikat perkawinan sah.