KESADARAN akan pentingnya pengelolaan aspek-aspek psikologis anak-anak dan remaja untuk dekade sekarang ini semakin meningkat.
Pengelolaan aspek-aspek psikologis ini tentunya dalam rangka menangani penyakit-penyakit psikis yang belakangan banyak muncul, teristimewa di saat pandemi covid-19 sedang mewabah sekarang ini.
Penyakit-penyakit psikis ini seperti stres dan frustrasi yang merupakan stimulus/emosi terkondisikan, akhirnya dapat menyebabkan munculnya tingkah laku agresif. Perilaku agresif biasanya terjadi pada siswa-siswi yang mulai menginjak remaja.
Baca Juga: Mensyukuri Nikmat 6: Mantan Pacar Hamil Minta Tanggung Jawab
Keinginan untuk menunjukkan eksistensi dirinya dan pencarian jati diri kadang membuat remaja berperilaku berlebihan yang bisa membahayakan diri mereka atau orang lain.
Dalam suasana pandemi covid-19 pun, klithih, tawuran, perkelahian pelajar yang tergolong dalam perilaku agresif anak remaja juga tetap dilakukan, meskipun tidak sehebat dalam kondisi normal. Perkelahian pelajar dan perilaku agresif yang lain telah melibatkan banyak pelaku dan menimbulkan korban yang tidak sedikit.
Hal ini telah menimbulkan kecemasan yang makin mendalam dari berbagai pihak yang berkepentingan. Kecemasan dan keprihatinan tersebut barulah sampai kepada tahap sikap dan perasaan, karena sampai saat ini belum ada jalan keluar atau solusi yang efektif tentang cara mengatasi perkelahian dan tindakan kekerasan yang semakin mengarah kepada tindakan kriminal itu.
Baca Juga: Kejujuran Membawa Nikmat 30: Hidup Berkecukupan Namun Tak Suka Bermewah-mewah
Banyak faktor yang mempengaruhi remaja melakukan perilaku agresif yang sangat membahayakan itu; Pertama, faktor pola asuh orangtua. Peranan dan bantuan orangtua kepada anak akan dapat tercermin dalam pola asuh yang diberikan kepada anak-anaknya. Kecenderungan pola asuh orangtua dapat mengendalikan perilaku anaknya, termasuk mengendalikan perilaku agresif.
Kedua, pengaruh interaksi antar teman sebaya. Pengaruh teman sebaya ini sangat kuat dan merupakan salah satu reaksi atas status yang disandangnya. Di satu sisi, remaja melakukan gerak memisahkan diri dari orangtua dan di sisi yang lain, remaja melakukan gerak menuju ke arah teman sebayanya.
Adapun faktor Ketiga adalah konsep diri. Konsep diri adalah kesadaran atau pengertian tentang diri sendiri, yang mencakup pandangan tentang dunia, kepuasan tentang kehidupan, dapat menghargai atau menyakiti diri sendiri, mampu mengevaluasi kemampuan sendiri, dan persepsi mengenai diri sendiri. Demikian pula menyangkut pengamatan atas diri sendiri.
Baca Juga: Kesaktian Syekh Maulana 5: Tongkat Ditancapkan Tumbuh Menjadi Pohon Kendalen
Keempat, kontrol diri. Kontrol diri dibutuhkan karena manusia adalah makhluk sosial yang hidup berkelompok sehingga dengan adanya kontrol diri manusia dapat hidup nyaman, tenteram serta dapat meminimalisir masalah baik dengan orang lain maupun lingkungan sekitar.
Selain itu, kontrol diri juga dibutuhkan dalam mengontrol emosi, memilih tujuan jangka panjang dengan tidak menyegerakan kepuasan.
Untuk mengatasi agresivitas pelajar, dapat diterapkan langkah-langkah berikut: Pertama, orangtua hendaknya menerapkan pola asuh yang tidak authoritarian, melainkan pola asuh yang dapat memberikan contoh yang baik, sehingga dapat menjadi teladan bagi anak serta dapat mencegah perilaku agresif anak.