mimbar

Kepemimpinan Profetik dan Cita-cita Luhur Bangsa Indonesia

Rabu, 22 Juni 2022 | 05:30 WIB
Dr. H. Khamim Zarkasih Putro, M. Si. (Dok Pribadi)

harianmerapi.com - Apakah ada jalan mudah bagi bangsa Indonesia agar dapat segera mencapai cita-cita luhurnya?

Yakni sebagaimana yang termuat dalam Pembukaan Undang-Undang Dasar 1945.

Secara sederhana bangsa Indonesia ingin benar-benar bebas dari segala manifestasi dari kolonialisme, sedemikian sehingga bangsa Indonesia benar-benar hidup sebagai bangsa merdeka.

Baca Juga: Sepuluh Tips Hidup Bahagia Era New Normal, Salah Satunya Selalu Bersyukur Kepada Allah SWT

Bukan hanya "merdeka dari" (freedom from), melainkan juga "merdeka untuk" (freedom for).

Dengan kemerdekaan yang lengkap lagi paripurna, bangsa Indonesia akan dapat menggunakan seluruh potensi dan kekayaan yang dimilikinya untuk sebesar-besarnya kemakmuran dirinya (baca: bangsa Indonesia) dan pada gilirannya memberi makna pada dunia.

Secara sederhana hendak dikatakan di sini bahwa yang dimaksud dengan kepemimpinan profetik adalah model kepemimpinan nabi, yang dalam hal ini merujuk pada kepemimpinan Nabi Muhammad SAW.

Allah SWT berfirman dalam Surat Al-Ahzab Ayat 21: “Sesungguhnya telah ada pada (diri) Rasulullah itu suri teladan yang baik bagimu (yaitu) bagi orang yang mengharap (rahmat) Allah dan (kedatangan) hari kiamat dan dia banyak menyebut Allah”.

Dalam kerangka ini, kepemimpinan yang dimaksud adalah model kepemimpinan yang dijalankan oleh Nabi Muhammad SAW, ketika membawa masyarakat kepada suatu peradaban baru.

Baca Juga: Enam Cara untuk Meningkatkan Kehormatan Diri Supaya Dalam Hidup Memiliki Martabat yang Tinggi

Adapun hal yang diteladani adalah terkait dengan karakter pribadi, karakter kepemimpinan dan ahlak nabi.

Kepemimpinan profetik, hanya mungkin dijalankan oleh pribadi, yang meneladani sifat-sifat nabi, yakni shiddiq (jujur), amanah (terpercaya, dapat dipercaya), fathanah (cerdas), dan tabligh (menyampaikan).

Tantangannya: (1) Mungkinkah kita mendapati pribadi dengan ciri-ciri utama tersebut? Atau setidaknya, pribadi pemimpin yang mendekati cirri tersebut?

dan (2) Mungkinkah dikembangkan suatu ekosistem, sedemikian rupa sehingga mereka yang menjadi pemimpin, akan tergerak atau dalam control publik, sehingga pribadi pemimpin tetap dalam “jalur profetik”.

Dalam ungkapan umum, barangkali dapat dikatakan bahwa pribadi pemimpin yang dimaksud adalah pribadi yang dapat dengan baik membedakan mana kepentingan privat dan mana kepentingan publik.

Halaman:

Tags

Terkini

'Ke-Empu-an' perempuan dalam Islam

Minggu, 21 Desember 2025 | 17:00 WIB

Doa-doa mustajab dalam Al-Quran dan Al-Hadits

Sabtu, 20 Desember 2025 | 17:00 WIB

Pesan-pesan Al-Quran tentang menjaga kesehatan jiwa

Jumat, 19 Desember 2025 | 17:00 WIB

Tasamuh dalam beragama

Rabu, 17 Desember 2025 | 17:00 WIB

Keutamaan membaca dan tadabbur Al-Quran

Selasa, 16 Desember 2025 | 17:00 WIB

Manajemen hati untuk raih kebahagiaan sejati

Senin, 15 Desember 2025 | 17:00 WIB

Tujuh kunci masuk ke dalam pintu Surga-Nya

Minggu, 14 Desember 2025 | 17:00 WIB

Peran orang tua dalam pembentukan generasi berkualitas

Sabtu, 13 Desember 2025 | 17:00 WIB

Lima pinsip dasar perlindungan HAM dalam Islam

Kamis, 11 Desember 2025 | 17:00 WIB

Keutamaan berlomba-lomba dalam kebaikan dan ketakwaan

Rabu, 10 Desember 2025 | 17:00 WIB

HAM dalam perspektif Islam

Selasa, 9 Desember 2025 | 17:00 WIB

Membangun keluarga samara dalam Al-Quran dan Sunnah

Sabtu, 6 Desember 2025 | 17:00 WIB

Sepuluh sifat istri shalehah pelancar nafkah suami

Kamis, 4 Desember 2025 | 17:00 WIB

Rahasia keberhasilan dakwah Nabi Muhammad SAW

Sabtu, 29 November 2025 | 17:00 WIB

Sembilan kekhasan dan keunikan masa remaja

Jumat, 28 November 2025 | 17:00 WIB