Ketiga, adalah perlu adanya skema kelembagaan yang tepat juga menjadi kunci sukses. Skema lama yang menempatkan sektor sampah sebagai sektor yang hanya menimbulkan cost saja harus segera diubah. Skema BLUD atau BUMD yang mengelola sampah bisa dijadikan opsi, karena mindsetnya adalah income generator dan pengelolaannya berdasarkan asas profesionalitas tinggi sebagai sebuah usaha.
Setelah tiga hal tersebut diselesaikan, barulah kita mulai memikirkan teknologi apa yang tepat untuk mengolah sampah Yogyakarta. Pengelolaan berbasis thermal, seperti insinerator atau gasifikasi bisa dijadikan pilihan praktis tetapi berbiaya tinggi.
Pengelolaan sampah organik berbasis makro dan mikroorganisme seperti komposting, vermikomposting, BSF (Black Soldier Fly), bahkan yang terbaru ulat hongkong dan jerman yang mampu menghabiskan sampah organik bisa menjadi alternatif karena berbiaya rendah.
Peran universitas menjadi krusial di sini dalam mengembangkan teknologi-teknologi yang ada. Serta tidak lupa pula peran serta masyarakat yang perlu diedukasi berulang-ulang lagi tanpa kenal lelah, karena mengubah kebiasaan masyarakat butuh waktu. Tak kalah penting dialog antarpihak terutama masyarakat terdampak sekitar TPST perlu juga dibangun demi kelancaran program selanjutnya.
Baca Juga: Tips Hemat BBM Saat Melakukan Perjalanan Lebaran
Pemulihan lingkungan sekitar TPST beserta studi analisis risiko kesehatan masyarakat akibat pencemaran TPST dapat menjadi solusi jitu. Pengelolaan sampah di Muncar Banyuwangi bisa menjadi salah satu contoh penerapan pengelolaan sampah yang baik yang juga melibatkan masyarakat berbasis badan usaha dalam hal ini Bumdes.
Dari pengelolaan sampah tersebut mereka dapat menghasilkan nilai ekonomi, tingkat partisipasi yang tinggi sekitar 95% sehingga menghasilkan tingkat pengolahan dan pengurangan sampah yang tinggi juga dari yang awalnya penduduk hanya membuang sampahnya langsung ke laut.
*)Dr. Fajri Mulya Iresha Dosen Teknik Lingkungan UII.