opini

Waspada 'Brain Rot': Ketika Layar Membius Pikiran dan Harapan Tertumpu pada Deep Learning

Sabtu, 10 Mei 2025 | 09:40 WIB
Dr. Umi Faizah, S.Ag., M.Pd, Dosen STPI BIM, Sekretaris Dewan Pendidikan Kota Yogyakarta (Dok. Pribadi)

• Oleh: Dr. Umi Faizah, S.Ag., M.Pd.

HARIAN MERAPI - Di era digital yang serba cepat ini, layar gawai telah menjadi perpanjangan tangan manusia. Informasi membanjiri tanpa henti, hiburan tersaji dalam sekali sentuh, dan interaksi sosial bertransformasi menjadi linimasa tanpa batas.

Di balik kemudahan dan keterhubungan ini, kita harus waspada, bahaya laten yang mengintai, yang oleh sebagian kalangan disebut sebagai "Brain Rot" – sebuah kondisi ketika paparan berlebihan terhadap konten digital yang dangkal dan repetitif perlahan menggerogoti kemampuan kognitif, kreativitas, dan bahkan empati kita.

Fenomena "Brain Rot" (Pembusukan Otak) bukanlah sekadar istilah hiperbola. Paparan screen time yang berlebihan, terutama pada konten yang dirancang untuk menarik perhatian sesaat tanpa memberikan nutrisi intelektual, dapat membawa dampak serius.

Baca Juga: Keteladan Nabi Ibrahim AS dalam pembentukan karakter anak

Kemampuan untuk fokus dan berkonsentrasi menurun, daya ingat melemah, dan kemampuan berpikir kritis tereduksi.

Lebih jauh lagi, ketergantungan pada validasi eksternal melalui media sosial dan konsumsi konten yang instan dapat menghambat perkembangan pemikiran orisinal dan kemampuan untuk menikmati proses belajar yang mendalam (deep learning).

Lantas, bagaimana kita dapat membentengi diri dan generasi mendatang dari ancaman "Brain Rot"? Langkah paling mendasar tentu saja adalah membatasi screen time secara sadar dan disiplin.

Menetapkan zona bebas gawai, mengalokasikan waktu khusus untuk aktivitas di luar layar, dan memprioritaskan interaksi sosial tatap muka adalah beberapa langkah awal yang krusial.

Baca Juga: Ini kesalahan yang sering dilakukan orang Indonesia saat gigi, begini yang benar menurut dokter

Tentu saja pembatasan saja tidak cukup. Kita perlu menumbuhkan budaya belajar yang lebih dalam, bermakna, dan menyenangkan – selaras dengan konsep deep learning yang saat ini digaungkan. Filosofi pembelajaran ini menekankan pada tiga pilar utama:

1. Mindful Learning (Pembelajaran yang Penuh Kesadaran): Dalam konteks memerangi "Brain Rot", mindfulness menjadi kunci untuk hadir penuh sadar utuh dalam setiap interaksi dan informasi yang kita konsumsi.

Ini berarti melatih diri untuk tidak hanya sekadar "menggulir" tanpa pikiran, tetapi untuk secara aktif memilih, mencerna, dan merefleksikan konten yang kita lihat. Pembatasan screen time yang disengaja adalah wujud awal dari mindful engagement dengan teknologi.

2. Meaningful Learning (Pembelajaran yang Bermakna): "Brain Rot" seringkali diakibatkan oleh konsumsi konten yang dangkal dan tidak relevan dengan tujuan atau nilai-nilai pribadi. 

Baca Juga: Permintaan terus meningkat, sapi kurban kisaran harga Rp 20-25 juta paling laku

Meaningful learning mendorong kita untuk mencari dan terlibat dengan konten yang memiliki nilai intrinsik, yang memperluas wawasan, mengembangkan keterampilan, atau menghubungkan dengan pemahaman yang lebih dalam tentang diri sendiri dan dunia sekitar.

Halaman:

Tags

Terkini

FWK Membisikkan Kebangsaan dari Diskusi-diskusi Kecil

Jumat, 31 Oktober 2025 | 10:30 WIB

Budaya Hukum Persahabatan

Rabu, 24 September 2025 | 11:00 WIB

Generasi PhyGital: Tantangan Mendidik Generasi Dua Dunia

Minggu, 21 September 2025 | 10:13 WIB

Akhmad Munir dan Harapan Baru di Rumah Besar Wartawan

Selasa, 2 September 2025 | 09:52 WIB

Kemerdekaan Lingkungan, Keselamatan Rakyat

Rabu, 13 Agustus 2025 | 10:15 WIB

Mikroplastik: Ancaman Baru terhadap Kesehatan

Kamis, 7 Agustus 2025 | 09:00 WIB

Pro dan Kontra Identik Perpecahan?

Rabu, 6 Agustus 2025 | 12:05 WIB

Mentalitas Kemerdekaan

Jumat, 18 Juli 2025 | 16:50 WIB

Jabatan sebagai Amanah

Kamis, 19 Juni 2025 | 11:15 WIB