opini

Smile For Our Country

Jumat, 17 Januari 2025 | 19:15 WIB
Prof Dr Sudjito Atmoredjo SH MSi (dok pribadi)

 

Oleh: Sudjito Atmoredjo*

 Lagu “Smile For Me” dari The Tiger. Tenar di tahun 1970-an. Berisi ajakan pada kekasih, agar terus menebar senyum. Walau sesaat. Ubahlah suasana duka menjadi bahagia. Dan jangan lupa “while I’m away, you must pray for my return”.

Pesan tentang senyum dan kasih-sayang (compassion) itu, layak direntang luas, hingga menyentuh seluruh aspek kehidupan bermasyarakat dan berbangsa. Di sana, makna senyuman perlu diperdalam, hingga menukik pada tataran makna, sehingga berfaedah sebagai obat (demi kesehatan dan kebugaran), dan sekaligus sebagai perhiasan (demi keindahan). Masyarakat dan bangsa ini perlu hidup sehat. Tercukupi kebutuhan jasmaniah-rohaniah. Salah satu kebutuhan rohaniah dimaksud adalah suasana bahagia. Itulah keindahan hidup.

Nasihat nenek: “Senyumlah cucuku, agar dunia terbuka untukmu”. Nenek adalah simbol orang bijaksana (shopia). Simbol orang kaya ilmu (ulil-ilmi), sehat jiwanya (ulil-albab), dan telah banyak makan garam pengalaman hidup. Sikap dan wawasannya jauh ke depan (futuristik). Sarat dengan semangat. Tiada kenal putus asa. Optimis menatap hari esok. Agar lebih baik, lebih cerah, dan membahagiakan. Kunci kebahagiaan dunia adalah senyum.

Baca Juga: Siapkan Sekolah Unggulan, Wamendikdasmen Kunjungi SMA Muhi Yogyakarta

Spiritualis Gedeparma (dalam Senyuman Bunga, 29/1/2016) bertutur, di zaman sekarang ini, lingkungan sosial sangat sarat dengan persaingan. Situasi demikian, memaksa diri/keluarga, masyarakat, bangsa, mengangkut beban jauh di atas kemampuannya. Semata-mata, agar bisa memenuhi ambisi/nafsu duniawi, agar diakui eksistensinya oleh orang/bangsa lain. Robohnya keluarga, masyarakat, dan bangsa, berawal dari ketidakmampuan membekali diri dengan kepekaan/sensitivitas, sehingga gagal memaknai kehidupan sejati.

Kecerdasan akal/logika dan kepintaran saja tidak cukup. Tidak semua realitas kehidupan dapat dicerna akal. Wajib disadari bahwa kecerdasan akal itu sendiri terbatas. Hanya mampu mencerna  realitas fisik/materialistik semata. Pada realitas supra-rasional, metafisis, adi-kodrati, transendental, disana akal gagap mencernanya. Oleh karenanya, jiwa-jiwa bersensitivitas/berkepekaan tinggi, merasa perlu melengkapi logika dan kepintaran dengan komitmen (will).

Di puncak olah rasa, seseorang bisa merasakan senyuman bunga-bunga yang ada di taman/lingkungan. Senyuman sebagai pengikat jalinan/hubungan manusia dengan alam semesta. Berkat senyuman, segalanya (tanaman, bunga-bunga, dan makhluk-makhluk lain) tumbuh/hidup semakin subur, alami, terlihat indah, menjanjikan kehidupan lebih sehat, harmoni, dan terpadu.

Baca Juga: Temani Agus Difabel pada Sidang Pertama, Sang Ibu Justru Pingsan dan Terbentur Sampai Harus Dilarikan ke Rumah Sakit

Pada zaman edan (pasca reformasi), keluarga, masyarakat, bahkan bangsa ini, berada pada kehidupan serba sulit. Ibarat rumah, sudah reot fundasinya. Banyak kebocoran. Sebagian sudah roboh. Sulit ditemukan kebahagiaan, keadilan, dan kesejahteraan.

Terkait dengan realitas demikian, dipertanyakan, apa faktor penyebabnya? Kajian moralitas-religius menunjukkan bahwa sebab utamanya, karena penyakit super ego menjangkiti jiwa-jiwanya. Entah sadar atau tidak, sungguh tidak mudah seseorang terhindar dari persaingan bebas, memperebutkan harta-benda, jabatan, kekuasaan. Segalanya, dianggap sebagai kehendak zaman, konsekuensi dari sistem, dan salah-kaprah.

 

Franky Sahilatua (dalam lagu Perahu Retak, 1996) melukiskan keadaan negeri ini, dalam lirik: ... /perahu negeriku, perahu bangsaku, jangan retak dindingmu/ semangat rakyatku, derap kaki tekadmu, jangan terantuk batu/ tanah pertiwi anugerah Ilahi, jangan ambil sendiri/ ... aku heran, aku heran, keserakahan diagungkan/...

Halaman:

Tags

Terkini

FWK Membisikkan Kebangsaan dari Diskusi-diskusi Kecil

Jumat, 31 Oktober 2025 | 10:30 WIB

Budaya Hukum Persahabatan

Rabu, 24 September 2025 | 11:00 WIB

Generasi PhyGital: Tantangan Mendidik Generasi Dua Dunia

Minggu, 21 September 2025 | 10:13 WIB

Akhmad Munir dan Harapan Baru di Rumah Besar Wartawan

Selasa, 2 September 2025 | 09:52 WIB

Kemerdekaan Lingkungan, Keselamatan Rakyat

Rabu, 13 Agustus 2025 | 10:15 WIB

Mikroplastik: Ancaman Baru terhadap Kesehatan

Kamis, 7 Agustus 2025 | 09:00 WIB

Pro dan Kontra Identik Perpecahan?

Rabu, 6 Agustus 2025 | 12:05 WIB

Mentalitas Kemerdekaan

Jumat, 18 Juli 2025 | 16:50 WIB

Jabatan sebagai Amanah

Kamis, 19 Juni 2025 | 11:15 WIB