Smile For Our Country

photo author
- Jumat, 17 Januari 2025 | 19:15 WIB
Prof Dr Sudjito Atmoredjo SH MSi (dok pribadi)
Prof Dr Sudjito Atmoredjo SH MSi (dok pribadi)

Ibarat bahtera/perahu, setiap penunpangnya bersikap serakah. Berusaha memiliki/memasukkan barang-barangnya sebanyak mungkin. Pada hal, daya angkut bahtera terbatas. Persoalan tambah rumit, ketika ada sementara penumpang, berbuat onar, mabuk, sok kuasa, hingga tak segan merusak dinding bahtera. Pastilah, bahtera rusak, dan segera karam.

Dalam lukisan/perumpamaan demikian, agar bahtera negeri ini tak karam, maka mestinya semua pihak tertib, taat, disiplin, dalam posisi dan tugas masing-masing. Juru mudi wajib mengemudikan bahtera secara profesional. Aparat keamanan wajib bertindak tegas dalam penegakan hukum. Jumlah muatan mesti diukur sesuai dengan daya angkut bahtera. Puncak dari sikap bijak semua pihak adalah “tahu diri dan sadar lingkungan”. Dari dan pada sikap demikian, tercipta suasana longgar, proporsional, sehingga diantara mereka bisa bernafas lega, tersenyum bahagia. Bahtera pun berlayar dan melaju dengan tenang. Sampai tujuan dengan selamat.

Baca Juga: BRI Menjadi Satu-Satunya BUMN Penerbit Obligasi Hijau di Tahun 2024, Terdepan dalam Praktik Sustainable Finance

Di tengah kehidupan negeri, dimana atmosfir politik semakin panas, korupsi merajalela, marak kejahatan judi online, marak kejahatan narkoba, dan lain-lainnya, bangsa ini memerlukan asupan rohaniah, agar mampu menebar senyum. Senyum sebagai ekspresi lahiriah dari suasana batiniah. Senyum di kulum bibir yang sumringah. Senyum diiringi tatapan mata yang teduh-bersahabat. Senyum yang melekat pada wajah-wajah cerah dan berseri. Dari dan pada senyuman, terkirim vibrasi-vibrasi indah sepanjang perjalanan kehidupan bersama.

Memang, kehidupan berbangsa tidak dimulai dari titik nol. Tidak berawal dari ruang hampa. Perjalanan telah melaju di jalan berliku-liku, berbelo-belok, terantuk tanjakan/bukit, dan turunan/lembah. Tiada perjalanan kehidupan yang hampa dari kendala, rintangan, kesalahan, kekhilafan, atau kesesatan.

Melalui senyuman, segala perilaku negatif, perlu diingatkan secara persuasif, agar pelakunya kembali ke jalan kebenaran dan kemuliaan (shiratal mustaqim), sehingga kehidupan bersama menjadi barokah. Di atas segala usaha lahiriah itu, pembenahan kehidupan berbangsa, diiringi dengan doa, minta pertolongan, dan bersandar pada Allahu somad (Ilahi Rabbi). Diyakini bahwa di balik setiap kesulitan pasti ada kemudahan. Segala kemungkaran pun akan habis ketika ditangkis/ditebas dengan kebajikan.

Sudaraku. Marilah, tebarkan senyum. Ketika saudara kita, khususnya penyelenggara negara, telah tersesat jauh dari kebenaran, ingatkan dan doakan, agar mereka sadar dan segera kembali ke jalan lurus. Jalan kemuliaan. Segalanya, demi kedamaian negeri kita. Wallahu’alam.*

 

 

 

* Guru Besar pada Sekolah Pascasarjana UGM

Halaman:
Dilarang mengambil dan/atau menayangkan ulang sebagian atau keseluruhan artikel
di atas untuk konten akun media sosial komersil tanpa seizinĀ redaksi.

Editor: Hudono

Tags

Artikel Terkait

Rekomendasi

Terkini

FWK Membisikkan Kebangsaan dari Diskusi-diskusi Kecil

Jumat, 31 Oktober 2025 | 10:30 WIB

Budaya Hukum Persahabatan

Rabu, 24 September 2025 | 11:00 WIB

Generasi PhyGital: Tantangan Mendidik Generasi Dua Dunia

Minggu, 21 September 2025 | 10:13 WIB

Akhmad Munir dan Harapan Baru di Rumah Besar Wartawan

Selasa, 2 September 2025 | 09:52 WIB

Kemerdekaan Lingkungan, Keselamatan Rakyat

Rabu, 13 Agustus 2025 | 10:15 WIB

Mikroplastik: Ancaman Baru terhadap Kesehatan

Kamis, 7 Agustus 2025 | 09:00 WIB

Pro dan Kontra Identik Perpecahan?

Rabu, 6 Agustus 2025 | 12:05 WIB

Mentalitas Kemerdekaan

Jumat, 18 Juli 2025 | 16:50 WIB

Jabatan sebagai Amanah

Kamis, 19 Juni 2025 | 11:15 WIB
X