Sebagian merespons positif ide tersebut, sebagian memilih untuk tidak mendiskusikan hal-hal yang berbau politik karena dua-duanya adalah kawan. Meskipun saat ini belum ada penetapan/keputusan resmi dari KPU RI mengenai pencalonan sahabat sebagai calon resmi Presiden RI, namun PDI Perjuangan telah secara resmi mendeklarasikan Ganjar Pranowo
sebagai calon Presiden RI.
Begitu juga dengan Partai Nasdem, Partai Demokrat dan PKS, yang telah mendeklarasikan Anies Baswedan sebagai calon Presiden RI dalam Pemilu mendatang; pun ada juga Prabowo Subianto (bersama Sandiaga Uno, klien saya dalam sengketa Pilpres 2019 di Mahkamah Konstitusi) yang sudah dijagokan oleh Partai Gerindra
sebagai Capres.
Mungkin masih akan ada lagi Capres dan Cawapres lainnya sampai ada penetapan resmi dari Komisi Pemilihan Umum???
Setelah pencalonan sahabat berdua oleh para partai politik tersebut, maka media, khususnya media sosial—hiruk pikuk menyiarkan tentang profil, sejarah dan sepak terjang sahabat. Banyak aspek disoroti dan dikuliti. Tidak jarang juga dari pemberitaan atau media tersebut telah mengalami distorsi, lepas dari konteks serta situasionalnya, bukan gambaran diri sahabat berdua yang sesungguhnya.
Saya menyaksikan, anda berdua bersahabat dengan baik. Bahkan memiliki jalur “komunikasi khusus”, setidaknya sampai sebelum sahabat berdua dideklarasikan. Hubungan harmonis tersebut mudah-mudahan dapat ditiru oleh massa pendukung masing-masing (?), karena faktanya tidak sedikit yang kemudian “membentrokkan” dan “membenturkan” sahabat berdua. Dan kini situasinya sudah mulai terasa dan memanas.
Meskipun kini sahabat sudah menduduki posisi masing-masing sebagai Capres RI, namun tetaplah berpikir jangka panjang, tetap berkawan, bersahabat dengan tulus. Ini penting, sebab jabatan hanyalah amanah dan sementara sifatnya, sedangkan persahabatan akan sangat bermakna untuk dipertahankan selamanya.
Baca Juga: Apakah PAN akan usung pasangan Ganjar-Erick Thohir, pada Pilpres 2024?
Sahabatku Anies dan Ganjar yang terhormat,
Banyak cerita tentang perkawanan kita, baik ketika di UGM, dalam lintas pekerjaan maupun ketika di masyarakat yang sama-sama kita alami dan kita ketahui. Tapi tidak semuanya dapat kita ceritakan di sini. Biarlah semua itu menjadi catatan dan kenangan kita. Bahkan, terhadap surat ini pun pasti akan menuai pro dan kontra. Tetapi, bukankah pro dan kontra adalah hal yang biasa di alam demokrasi seperti ini.
Saya hanya ingin berpesan kepada sahabat berdua tentang mandat konstitusi, baik dalam Pembukaannya maupun Pasal-Pasalnya dalam UUD 1945. Tentang bangsa dan negeri ini yang merupakan mandat konstitusional bagi kita semua. Pembukaan UUD 1945 haruslah menjadi
road-map untuk menjadi Indonesia kembali, Reinventing Indonesia.
Seperti yang sahabat pahami, konstitusi kita (UUD 1945) memandatkan bahwa negara kita adalah negara hukum atau sering disebut sebagai the Rule of Law atau Constitutionalism. Kita tentu sepakat bahwa konstitusi adalah sebuah “contractum nobilee” , “noble agreement”,
kesepakatan luhur, serta kesepakatan bersama yang merupakan panduan utama dan pandom kolektif kita dalam mewujudkan cita-cita kehidupan berbangsa dan bernegara.