HARIAN MERAPI - Hidup di era penuh ketidakpastian sekarang ini, tantangan dan kesulitan yang kita hadapi juga tidak semakin sedikit, melainkan semakin besar lagi komplek.
Kesemuanya ini tergantung bagaimana seseorang dalam menghadapinya; menghadapi dengan penuh kebahagiaan dan kenyamanan ataukah dengan berkeluh kesah berkepanjangan.
Orang Islam sudah diajari untuk meraih kebahagiaan dunia-akhirat, sebagaimana doa “sapu jagat” yang selalu kita panjatkan: “Ya Tuhan kami, berilah kami kebaikan di dunia dan kebaikan di akhirat dan peliharalah kami dari siksa api neraka”. (QS. Al-Baqarah; 2:201).
Doa sapu jagat ini hampir semua orang Islam telah hafal luar kepala. Untuk merealisasikan
doa sapu jagat yang telah dihafalnya dalam kehidupan sehari-hari ini, dapat ditempuh dengan
beberapa cara; yaitu:
Pertama, jangan terlalu melihat ke atas, sebagaimana sabda Nabi Muhammad SAW: “Lihatlah
orang yang ada di bawahmu dan jangan melihat orang yang ada di atasmu, sebab itu lebih baik agar kalian tidak meremehkan nikmat Allah” (HR. Ahmad, Tirmidzi dan Ibnu Majah).
Demikian juga dalam memandang ujian hidup yang sedang melanda, masih banyak orang yang lebih menderita daripada kita.
Kedua, jangan bandingkan diri dengan orang lain. Membandingkan diri dengan orang lain
yang hidupnya lebih beruntung akan menjadikan seseorang patas semangat dalam hidupnya,
sebagaimana firman-Nya: “Dan janganlah kamu iri hati terhadap apa yang dikaruniakan Allah kepada sebahagiaan kamu lebih banyak dari sebahagiaan yang lain.” (QS. An-Nisa; 4:32).
Baca Juga: Anak sumber kebahagiaan orang tua
Iri dan dengki atas capaian orang lain akan menjadikan hidup ini selalu tersiksa, penuh dendam dan akhirnya putus asa dari rahmat Allah.
Ketiga, jangan kaitkan kebahagiaan kita dengan orang lain. Ada fenomena di kalangan
pemuda yang patah hati karena cintanya ditolak dengan mengatakan saya tidak bisa hidup tanpa dia atau tidak ada wanita lain sebaik dan secantik dia.
Inilah contoh sikap mengkaitkan kebahagiaan dengan orang lain. Padahal yang membuat seseorang bahagia adalah Allah SWT, sebagaimana firman-Nya: “Dan bahwasanya Dialah yang menjadikan orang tertawa dan menangis”. (QS. An-Najm, 53:43).
Keempat, hidup sederhana. Sederhana adalah istilah lain dari bahagia. Bahagia adalah
sederhana, sederhana adalah bahagia. Kalau ingin bahagia harus sederhana dalam hidup. Yang
membuat hidup seseorang menderita, sempit dan menghimpit bukan karena kebutuhan hidup yang tidak terpenuhi, melainkan gaya hidup. Dengan hidup sederhana, seseorang secara tidak langsung telah menyederhanakan masalah menjadi lebih mudah dan simpel.
Kelima, berbaik sangka (husnudzan) kepada Allah. Orang yang beriman harus memiliki
keyakinan bahwa pemberian Allah kepada kita sekarang ini adalah yang terbaik baginya. Bahkan jika suatu saat dipanggil menghadap-Nya tetap dianjurkan husnudzan kepada Allah SWT.