HARIAN MERAPI - Tujuan umum pendidikan dalam Islam adalah mencapai kebahagiaan dunia dan akhirat sebagaimana doa sapu jagat yang sangat lekat pada kehidupan seharian kita: “Di antara mereka ada juga yang berdoa, “Ya Tuhan kami, berilah kami kebaikan di dunia dan kebaikan di akhirat serta lindungilah kami dari azab neraka.” (QS. Al-Baqarah; 2:201).
Berilah kami kebaikan di dunia berupa kesehatan, rezeki yang halal dan berkah, ilmu yang bermanfaat, umur yang panjang dan hidup bermakna guna menopang pengalaman agama dan sukses hidup di dunia, dan berilah juga kebaikan di akhirat dan lindungilah kami dari azab neraka dengan memperoleh keridaan-Mu.
Pendidikan untuk keberkahan dan kebijaksanaan merupakan konsep yang sangat penting
dalam membangun karakter dan kemampuan individu yang tidak hanya berfokus pada pengetahuan akademis, tetapi juga pada pengembangan moral dan spiritual.
Baca Juga: Masjid Wapauwe di Maluku Tengah mengalami beberapa kali renovasi setelah Kemerdekaan
Dengan demikian, pendidikan untuk keberkahan dan kebijaksanaan merupakan konsep yang sangat penting dalam membangun karakter dan kemampuan individu yang tidak hanya berfokus pada pengetahuan akademis, tetapi juga pada pengembangan moral dan spiritual.
Berikut beberapa aspek yang dapat dipertimbangkan dalam pendidikan untuk keberkahan dan
kebijaksanaan: (1) Pengembangan Moral: pendidikan yang berfokus pada keberkahan dapat
membantu individu mengembangkan moral yang baik, seperti kejujuran, empati, dan keadilan,
(2) Pengembangan Spiritual: pendidikan yang berfokus pada keberkahan juga dapat membantu individu mengembangkan spiritualitas yang kuat, seperti kesadaran akan kehadiran Tuhan dan tanggung jawab individu terhadap-Nya, dan
(3) Pengembangan Karakter: Pendidikan yang berfokus pada keberkahan dapat membantu individu mengembangkan karakter yang kuat, seperti ketabahan, kesabaran, dan keuletan.
Berikut ini beberapa ayat Al-Quran yang berkaitan dengan pendidikan untuk mencapai
keberkahan dan kebijaksanaan dalam hidup; yakni:
Pertama, perintah sebagaian manusia menjadi pencari ilmu, tidak semua ke medan
perang.
Firman Allah SWT: “Tidak sepatutnya bagi mukminin itu pergi semuanya (ke medan
perang). Mengapa tidak pergi dari tiap-tiap golongan di antara mereka beberapa orang untuk
memperdalam pengetahuan mereka tentang agama dan untuk memberi peringatan kepada
kaumnya apabila mereka telah kembali kepadanya, supaya mereka itu dapat menjaga dirinya”
(QS. At-Taubah; 9:122).
Kedua, Nabi Musa sebagai calon murid sangat menjaga kesopanan dan merendahkan
hati. Beliau menempatkan dirinya sebagai orang yang bodoh dan mohon diperkenankan
mengikutinya, supaya Khidir sudi mengajarkan sebagian ilmu yang telah diberikan
kepadanya.
Baca Juga: Dukung Program 3 Juta Rumah, BRI Salurkan KPR Subsidi Rp14,65 Triliun hingga Agustus 2025
Firman Allah SWT: “Musa berkata kepada Khidhr, "Bolehkah aku mengikutimu
supaya kamu mengajarkan kepadaku ilmu yang benar di antara ilmu-ilmu yang telah
diajarkan kepadamu?” (QS. Al-Kahfi; 18:66).