HARIAN MERAPI - Masjid Wapauwe di Maluku Tengah yang masih berdiri ternyata direnovasi pertama kali oleh pendirinya, Jamilu pada tahun 1464, tanpa mengubah bentuk aslinya.
Meski pernah mengalami dua kali pemindahan, bangunan inti masjid ini tetap asli. Bangunan ini mengalami renovasi kedua kali pada tahun 1895 dengan penambahan serambi di depan atau bagian timur masjid.
Masjid ini berkali-kali mengalami renovasi sekunder setelah masa kemerdekaan Indonesia. Pada tahun 1959, atap masjid mulai menggunakan semen PC yang sebelumnya masih berkerikil.
Baca Juga: Masjid Wapauwe di Maluku Tengah dibangun keturunan Kesultanan Islam Jailolo
Setelah itu terjadi dua kali renovasi besar-besaran, yaitu pada Desember 1990-Januari 1991 dengan pergantian 12 buah tiang sebagai kolom penunjang dan balok penopang atap.
Pada tahun 1993 dilakukan pergantian balok penadah kasau dan bumbungan, dengan tidak mengganti empat buah tiang sebagai kolom utama.
Pada tahun 1997, atap masjid yang semula menggunakan seng diganti dengan bahan (semula) dari nipah.
Atap nipah diganti setiap lima tahun sekali. Meski pernah direnovasi berkali-kali, masjid ini tetap asli karena tidak mengubah bentuk inti masjid sama sekali.
Baca Juga: Manuskrip Islam berumur ratusan tahun tersimpan rapi di Masjid Wapauwe Maluku Tengah
Sehingga, dapat dikatakan bahwa masjid ini sebagai masjid tertua di tanah air yang masih terpelihara keasliannya hingga kini. Maret 2008 lalu, Masjid ini direnovasi kembali. Struktur atap yang terbuat dari pelepah sagu diganti yang baru.
Untuk mencapai Negeri Kaitetu dimana Masjid Tua Wapauwe berada, dari pusat Kota Ambon bisa menggunakan transportasi darat dengan menempuh waktu satu jam perjalanan.
Bertolak dari Kota Ambon ke arah timur menuju Negeri Passo. Di simpang tiga Passo membelok ke arah kiri melintasi jembatan, menuju arah utara dan melewati pegunungan hijau dengan jalan berbelok serta menanjak.
Sepanjang perjalanan, orang yang hendak menuju Masjid Wapauwe bisa menikmati pemandangan alam pegunungan, dengan sisi jalan yang kadang-kadang memperlihatkan jurang, tebing, atau hamparan tanaman cengkeh dan pala hijau menyejukkan mata.
Baca Juga: Kesehatan jiwa dan keseimbangan hidup dalam Islam
Sebelum mencapai Kaitetu, terlebih dahulu bertemu Negeri Hitu, yang terletak sekitar 22 kilometer dari Ambon. Sebuah ruas jalan yang menurun, mengantarkan kita memasuki Hitu.