HARIAN MERAPI - Hidup seimbang adalah konsep yang sangat penting dalam Islam. Perilaku
keseimbangan hidup adalah melakukan dan menyeimbangkan segala bentuk pola kegiatan
kita dalam menjalani kehidupan ini dengan menjadikan akhirat sebagai tujuan hidup yang
harus dicapai tanpa mengabaikan kehidupan dunia serta bekerja keras dalam menjalani
kehidupan ini sesuai syariat agama.
Firman Allah SWT: ''Dan, carilah pada apa yang telah dianugerahkan Allah kepadamu (pahala) negeri akhirat, tetapi janganlah kamu lupakan bagianmu di dunia. Berbuat baiklah (kepada orang lain) sebagaimana Allah telah berbuat baik kepadamu dan janganlah kamu berbuat kerusakan di bumi. Sesungguhnya Allah tidak menyukai orang-orang yang berbuat kerusakan.” (QS. Al-Qasas; 28:77).
Orang yang memiliki kesehat jiwa yang baik bukan sekadar bebas dari gangguan jiwa, tapi juga memiliki perasaan sehat dan bahagia yang berkeseimbangan serta mampu mengatasi tantangan hidup yang dihadapinya dengan baik.
Baca Juga: Mahasiswa Baru Diajak Ziarah ke Makam Pendiri UWM Sri Sultan Hamengku Buwono IX
Sikap yang dapat menerima orang lain sebagaimana adanya. Sikap positif terhadap diri sendiri maupun orang lain.
Program pelayanan kesehatan jiwa dibutuhkan guna menjamin setiap orang dapat mencapai kualitas hidup yang baik, menikmati kehidupan kejiwaan yang sehat, bebas dari ketakutan, tekanan dan gangguan lain yang dapat mengganggu kesehatan jiwanya.
Al-Qur’an sebagai pedoman dalam mengarungi kehidupan di dunia ini telah memberikan rambu-rambu bagi setiap manusia untuk menjaga kesehatan jiwanya menuju kepada hidup yang berkeseimbangan. Berikut ini beberapa ayat Al-Qur’an yang memberikan tuntunan bagaimana menjaga kesehatan jiwa bagi seorang muslim; yakni:
Pertama, mendapatkan karunia yang sangat besar dari-Nya. Firman Allah SWT: “Sungguh Allah telah memberi karunia kepada orang-orang yang beriman ketika Allah mengutus di antara mereka seorang rasul dari golongan mereka sendiri, yang membacakan kepada mereka ayat-ayat Allah, membersihkan (jiwa) mereka, dan mengajarkan kepada mereka Al Kitab dan Al Hikmah. Dan sesungguhnya sebelum (kedatangan Nabi) itu, mereka adalah benar-benar dalam kesesatan yang nyata.” (QS. Ali Imran; 3:164).
Baca Juga: Ini pentingnya kolaborasi pemerintah dan media guna memperkuat literasi digital
Kedua, menjaga kesucian jiwa dimulai dari upaya preventif. Firman Allah SWT: “Maka
berjalanlah keduanya; hingga ketika keduanya berjumpa dengan seorang anak muda, maka dia
membunuhnya. Dia (Musa) berkata, ''Mengapa engkau bunuh jiwa yang bersih, bukan karena dia membunuh orang lain? Sungguh, engkau telah melakukan sesuatu yang sangat mungkar.'' (QS. Al-Kahfi; 18:74).
Ketiga, janganlah seseorang merasa dirinya adalah orang yang suci dan menyepelekan orang
lain.
Firman Allah SWT: “Yaitu) mereka yang menjauhi dosa-dosa besar dan perbuatan keji, kecuali kesalahan-kesalahan kecil. Sungguh, Tuhanmu Mahaluas ampunan-Nya. Dia mengetahui tentang kamu, sejak Dia menjadikan kamu dari tanah lalu ketika kamu masih janin dalam perut ibumu. Maka janganlah kamu menganggap dirimu suci. Dia mengetahui tentang orang yang bertakwa.” (QS. An-Najm; 53:32).
Keempat; diilhamkan kepada manusia dua jalan (kefasikan dan ketakwaan). Jangan sampai
menjadi orang yang merugi karena mengambil jalan kefasikan. Firman Allah SWT: “Maka Allah
mengilhamkan kepada jiwa itu (jalan) kefasikan dan ketakwaannya. Dan sesungguhnya merugilah orang yang mengotorinya.” (QS. Asy-Syam; 91:9-10).
Baca Juga: Saat Umpatan 'Tak Tahu Malu' Sulut Emosi Pelaku yang Mutilasi Kekasihnya di Kosan Surabaya
Kelima, orang yang menyucikan hatinya adalah mereka yang lebih memperhatikan kehidupan
akhirat. Firman Allah SWT: “Sungguh beruntung orang yang menyucikan diri (dengan beriman), dan mengingat nama Tuhannya, lalu dia shalat. Sedangkan kamu (orang-orang kafir) memilih kehidupan dunia, padahal kehidupan akhirat itu lebih baik dan lebih kekal.” (QS. Al-A’la; 87:14-17).