Bercermin dari Kasus Hotman Paris dan Razman Nasution: Dicari Advokat Pendekar Hukum dan Keadilan

photo author
- Kamis, 13 Februari 2025 | 09:30 WIB
TM. Luthfi Yazid, Ketua Umum DePA-RI (Dewan Pergerakan Advokat Republik Indonesia).  (Dok Pribadi)
TM. Luthfi Yazid, Ketua Umum DePA-RI (Dewan Pergerakan Advokat Republik Indonesia). (Dok Pribadi)

Semua kredo di atas belum dapat diwujudkan.  Jika kita mengamati sejarah peradilan dan fakta yang kita hadapi, mafia peradilan masih kuat terjadi, karena melibatkan oknum-oknum aparat penegak hukum. Terlalu banyak untuk disebutkan nama-nama yang pernah terjerembab. Di kalangan pengacara ada pengacara senior OC Kaligis; dari kejaksaan ada Jaksa Pinangki Sirna Malangsari; dari kepolisian ada mantan Kabareskrim Polri Jend. (P) Suyitno Landung, Jend. (P) Joko Susilo dsb. Peristiwa tersebut harusnya menjadi bahan pelajaran penting agar terhindar dari keterjerumusan yang sama.

Sebagai sebuah bangsa, kita wajib memenuhi janji-janji kemerdekaan seperti mewujudkan keadilan bagi seluruh rakyat Indonesia. Namun janji-janji itu masih belum dapat diraih sepenuhnya, sebab untuk mendapatkan keadilan ternyata masih harus dengan membeli.

Baca Juga: BUMN ditarget dividen Rp90 triliun, Erick: Untuk tahun 2025 aman

Di saat-saat seperti ini kita jadi teringat dengan para pendekar  hukum dan keadilan yang sudah tiada, seperti Baharuddin Lopa, Hoegeng Imam Santoso, Yap Tiam Hien, Artidjo Alkostar atau Adnan Buyung Nasution. Bang Buyung adalah pioneer dan arsitek pendirian dan pengembangan YLBHI (Yayasan Lembaga Bantuan Hukum Indonesia) sejak 1970, yang kemudian pernah dijuluki sebagai “lokomotif demokrasi”. YLBHI banyak memberikan bantuan hukum pada masyarakat yang powerless. Adnan Buyung Nasution dikenal sebagai pejuang HAM dan demokrasi.

Ia tidak pernah gentar menghadapi intimidasi dalam menegakkan hukum dan keadilan. Karena kekritisannya, penjara pernah dicicipinya, bahkan juga karena kekukuhannya memperjuangkan hukum, demokrasi dan keadilan, izin advokat Adnan Buyung Nasution (Bang Buyung) pun dicabut oleh Menteri Kehakiman Ismail Saleh saat itu—melalui Keputusan Menteri Kehakiman No.M.1760-Kep.04.13 Tahun 1987 yang diterbitkan pada tanggal 11 Mei 1987-- sehingga karena itu Bang Buyung pun hijrah ke negeri Belanda dan memanfaatkan waktu untuk studi S3 di Universitas Utrecht dengan melahirkan disertasi yang monumental:The Aspiration for Constitutional Government in Indonesia: A Socio-Legal Study of the Indonesian Konstituante 1956-1959.

Bang Buyung menjadi legend penegakan hukum di Indonesia. Pada masa hidupnya ia bukan hanya dikenal di tanah air, tetapi  juga di dalam komunitas hukum di luar negeri. Namun, figur seperti Bang Buyung tidak banyak lagi dikenal oleh advokat-advokat generasi milineal sekarang. Banyak advokat muda tidak mengenal dan karenanya tidak mengidolakan Bang Buyung, tapi justru mengidolakan advokat dengan tipologi yang lain.

Di luar profesi advokat, ada figur penegak hukum lainnya yang patut menjadi teladan. Baharuddin Lopa sebagai jaksa, komisioner Komnas HAM, dan  Jaksa Agung (JA) dikenal dengan keberaniannya. Lopa dikenang karena memiliki integritas yang kuat. Ia menentang dan menolak suap, korupsi maupun intervensi dalam penegakan hukum dari siapapun, termasuk dari penguasa. Lopa konsisten dengan prinsip-prinsip yang diyakininya dan terus berusaha memulihkan citra kejaksaan sampai menjelang wafatnya seolah-olah ia tak punya urat takut. Ia hadapi siapapun yang mencoba menabrak hukum dan keadilan yang diperjuangkannya. Hidup Lopa yang sederhana serta ketaatannya kepada Tuhan itulah yang membuatnya kokoh bak batu karang di tengah lautan.

Baca Juga: Hukuman Harvey Moeis diperberat, Jubir MA: Masalah adil atau tidak, biar masyarakat yang menilai

Jenderal Hoegeng Imam Santoso adalah mantan Kapolri.  Namanya harum dikenang masyarakat, karena sebagai pucuk pimpinan tertinggi di kepolisian Hoegeng hidup teramat sangat sederhana serta dikenal kejujurannya. Ia menjadi simbol kejujuran dan ketegasan di kepolisian, sebab ia tidak dapat disogok dan menolak segala macam gratifikasi dan korupsi. Sebagai aparat penegak hukum ia betul-betul menjaga martabatnya dengan menjadikan dirinya sebagai teladan banyak khalayak.

Selain Adnan Buyung Nasution, Baharuddin Lopa dan Hoegeng Imam Santosa tentu kita masih ingat tentang peran penting para Sarjana Hukum (Meester in de Rechten) yang juga dianggap sebagai “advokat” di masa lalu. Mereka juga adalah para para pejuang yang mau terlibat dengan persoalan masyarakat, bangsa dan negaranya. Mereka terpanggil untuk berbuat ketika melihat ketidakadilan, kedholiman serta penindasan.

Mereka sangat gigih untuk membebaskan bangsanya dari penjajahan, keterbelakangan dan penindasan. Mereka telah meninggalkan sebuah legacy yang dikenang sampai saat ini. Mr. Muh Yamin, Mr. Soepomo, Mr. Muh Rum, Mr. Achmad Subardjo, Mr.  Mr. Muh Natsir, Mr. Sjafruddin Prawiranegara, Mr. Johanes Latuharhary, Mr. Kasman Singodimedjo hanyalah beberapa nama yang bergelar Mr. yang dapat kita sebutkan.

Nama-nama mereka menjadi legenda. Mereka dikenang budi baiknya oleh sejarah, sebagaimana Mahatma Gandhi seorang pengacara dari India yang dikenal dunia dengan Ahimsanya atau Nelson Mandela dari Afrika Selatan yang juga pengacara yang dikenal kegigihannya menentang politik apartheid. Itulah memang hidup. Tergantung pilihan kita ingin dikenang sebagai apa usai meninggalkan dunia.

Pada akhirnya, kegemilangan suatu bangsa terletak pada attitude, karakter atau watak para pemimpinnya yang diikuti dengan keberanian (courage) sebagaimana yang pernah dipesankan  oleh cendekiawan China Lu Kun (1536-1618) maupun negarawan dan pahlawan negeri Sakura, Saigo Takamori (1827-1877). Bangsa ini membutuhkan lebih banyak   pendekar dan pahlawan keadilan.*

(*) TM. Luthfi Yazid, Ketua Umum DePA-RI (Dewan Pergerakan Advokat Republik Indonesia)

 

Halaman:
Dilarang mengambil dan/atau menayangkan ulang sebagian atau keseluruhan artikel
di atas untuk konten akun media sosial komersil tanpa seizinĀ redaksi.

Editor: Hudono

Tags

Artikel Terkait

Rekomendasi

Terkini

FWK Membisikkan Kebangsaan dari Diskusi-diskusi Kecil

Jumat, 31 Oktober 2025 | 10:30 WIB

Budaya Hukum Persahabatan

Rabu, 24 September 2025 | 11:00 WIB

Generasi PhyGital: Tantangan Mendidik Generasi Dua Dunia

Minggu, 21 September 2025 | 10:13 WIB

Akhmad Munir dan Harapan Baru di Rumah Besar Wartawan

Selasa, 2 September 2025 | 09:52 WIB

Kemerdekaan Lingkungan, Keselamatan Rakyat

Rabu, 13 Agustus 2025 | 10:15 WIB

Mikroplastik: Ancaman Baru terhadap Kesehatan

Kamis, 7 Agustus 2025 | 09:00 WIB

Pro dan Kontra Identik Perpecahan?

Rabu, 6 Agustus 2025 | 12:05 WIB

Mentalitas Kemerdekaan

Jumat, 18 Juli 2025 | 16:50 WIB

Jabatan sebagai Amanah

Kamis, 19 Juni 2025 | 11:15 WIB
X