Raut wajah Mbah Tamin berubah menjadi tegang, Sri penasaran, tapi kali ini ia menahan diri.
Pembicaraan cukup panjang itu selesai, Mbah Tamin mendekati ketiganya,
“Aku bakal melok Sugik, neng kediamane Krasa, tolong, jogo umah iki (Aku mau bareng Sugik, ke rumah Mbah Krasa, tolong jogo rumah ini),” kata Mbah Tamin.
“Iling omonganku, yo Ndok, Mbah percoyo ambek awakmu, tetap lakonono tugasmu, iling yo, paling emben si Mbah kaet muleh. (Ingat omonganku ya Nak, kakek percaya dengan kalian, tetap kerjakan tugasmu. Ingat tugasmu tetap dilaksanakan, luas kaki pulang).”
Baca Juga: UAS Ditolak Masuk Singapura, Kedubes RI di Singapura Kirimkan Nota Protes
Sri mengangguk, lalu memanggil yang lain, mereka hanya saling tatap, keraguan muncul dalam benak 3 gadis itu.
Ada keraguan setelah beberapa pengalaman ganjil yang ditemui, akhir-akhir ini, tapi tidak ada yang berani memprotes ucapan Mbah Tamin.
Ketiganya takut, Mbah Tamin akan marah lagi, seperti pengalaman sebelumnya.a
Malam itu, ketika Mbah Tamin sudah pergi, Sri berpikir, ini kesempatannya.
Baca Juga: Jadi Saksi Kisah Pilu KKN di Desa Penari, Ini Pesan Nur yang Disampaikan Lewat Tulisan SimpleMan!
Sri berpikir, ia harus masuk kembali ke dalam kamar Mbah Tamin, sekali lagi.
Sri tahu, masih ada yang harus ia cari, Sri ingin mencari tahu, apakah yang sebenarnya terjadi di rumah tengah hutan itu.
Mungkin saja, keluarga Atmojo, Mbah Krasa, tahu apa yag diperbuat.
Sri menunggu waktu yang tepat, sampai Erna dan Dini tertidur lelap, Sri menunggu waktu yang tepat. *
