Industri lurik Klaten mulai meredup dengan adanya modernisasi dan konglomerasi

photo author
- Sabtu, 23 Agustus 2025 | 17:40 WIB
Seorang ibu sedang mengerjakan lurik Klaten (JATENGPROV.GO.ID)
Seorang ibu sedang mengerjakan lurik Klaten (JATENGPROV.GO.ID)

HARIAN MERAPI - Sekalipun masih bertahan, namun kondisi industri lurik khas Klaten mulai meredup dengan adanya modernisasi dan konglomerasi.

Situasi yang tidak aman pascakemerdekaan RI membuat warga Pedan mengungsi selama setahun. Akibatnya pabrik tenun Suhardi Hadi Sumarto di Pedan pun terbengkalai.

Bisnis tenun yang dirintisnya menjadi perusahaan yang terkenal dengan omzet yang luar biasa. Namun nahasnya, pada 1948 terjadi agresi militer oleh Belanda yang menyebabkan bisnis tenun Pedan ikut terkena dampaknya.

 Baca Juga: Kerajinan lurik Klaten menjadi mata pencaharian kedua bagi warga setelah bertani

Bung Karno dan Bung Hatta pun ditangkap Belanda. Dan ini ternyata membuat Suhardi harus menutup bisnis tenunnya dan hidup jauh di pengungsian.

Suhardi merindukan aktivitas tenunnya. Selama di pengungsian, Suhardi menyempatkan diri berbagi pengalaman dan mengajarkan pembuatan tenun lurik untuk masyarakat pengungsi. Barak pengungsian disulap menjadi sekolah menenun yang sederhana.

Semangat mereka bangkit, termasuk Rachmad yang ikut belajar. Sepulangnya dari pengungsian, mereka kembali menekuni ilmu yang telah diajarkan Suhardi dengan membuka lapak-lapak tenun lurik di teras-teras rumah.

Dilansir jatengprov.go.id, pada masa keemasan lurik Pedan (tahun 1950-1960) ada sekitar 500 industri tenun rumahan dengan 10.000 tenaga kerjanya.

Baca Juga: Kasih sayang universal

Saat itu kain lurik sangat laris. Lurik meredup ketika mulai zaman pemerintahan Soeharto yang mengandalkan modernisasi dan konglomerasi. Banyak yang kemudian beralih dari lurik alat tenun bukan mesin (ATBM) ke mesin.

Namun masih ada industri kecil alat tenun bukan mesin (ATBM) di Pedan yang bertahan, tetapi jumlahnya bisa dihitung dengan jari.

Namun masih ada yang bertahan hingga saat ini dengan sekitar 30 oklak (alat menenun atau ATBM) dengan pekerjanya sekitar 30 orang dan tetap memiliki pasar sendiri.

Banyak pembeli dari luar negeri, antara lain dari Prancis, Jerman, Australia, dan Belanda. Mereka itu tidak hanya memesan lurik untuk bahan sandang, tetapi juga bagian dari desain interior rumah.

Baca Juga: Kenali tanda-tanda munculnya infeksi jamur di selangkangan dan begini cara mengatasinya

Aspek Sosial dan Fungsinya Lurik tradisional (ATBM) adalah puisi yang dirakit dengan penuh ketekunan dan kesabaran.

Halaman:
Dilarang mengambil dan/atau menayangkan ulang sebagian atau keseluruhan artikel
di atas untuk konten akun media sosial komersil tanpa seizin redaksi.

Editor: Swasto Dayanto

Sumber: jatengprov.go.id

Tags

Artikel Terkait

Rekomendasi

Terkini

Panen Sastra Diisi Diskusi dan Bedah Buku Sastra

Rabu, 15 Oktober 2025 | 08:30 WIB
X