Tradisi Nyadran di Gunung Balak Pakis Magelang, dimaknai sebagai 'Peringatan masuknya agama Islam di tanah Jawa'

photo author
- Sabtu, 19 Juli 2025 | 20:15 WIB
Peziarah mengambil air di Yoni (MERAPI-AMAT SUKANDAR)
Peziarah mengambil air di Yoni (MERAPI-AMAT SUKANDAR)

HARIAN MERAPI - Tradisi Nyadran di Gunung Balak Pakis Magelang, juga dimaknai sebagai 'Peringatan masuknya agama Islam di tanah Jawa'.

Adanya lingga dan yoni menjadi bukti, pada masa lalu puncak Gunung Balak menjadi tempat pemujaan umat Hindu.

Karena bagi faham agama Hindu, tempat-tempat yang tinggi merupakan tempat persemayaman dewa-dewa dan sebagai tempat yang tepat untuk melaksanakan samadi.

 Baca Juga: Tradisi Nyadran di Gunung Balak Pakis Magelang, 'Pusaka Kalimasada' diitanam Syekh Subakir di Bulan Muharram

Kyai Ahmad Sirulloh, sesepuh Pondok Pesantren ‘Surya Buana’ yang juga Juru Kunci Gunung Balak, telah meluruskan tata-cara Nyadran itu, selaras dengan ajaran agama Islam.

Dia menganjurkan, agar masyarakat memanfaatkan penyelenggaraan acara Nyadran ini sebagai “Peringatan dan sekaligus Syukuran” masuknya agama Islam di Tanah Jawa.

Karena puncak Gunung Balak ini mempunyai arti penting terkait dengan masuk dan berkembangnya ajaran agama Islam di Tanah Jawa.

Sejak tahun 2004 M (1425 H), atas prakarsa Kyai Ahmad Sirulloh, tradisi lama Nyadran di puncak Gunung Balak yang sudah berpuluh-puluh tahun dilaksanakan yang bersifat ritual tradisional, dirubah menjadi acara yang dinamis penuh makna,

 Baca Juga: Tradisi Nyadran di Gunung Balak Pakis Magelang, harus menapaki jalan berundak 210 tingkat membawa ubarampe

bahkan penuh rahmat dan ridho-Nya. Dan acara ini dimaknai sebagai hari “Peringatan dan Tasyakuran masuknya Agama Islam di Tanah Jawa.”

Di puncak Gunung Balak ada benda-benda peninggalan purbakala berupa dua buah yoni, bangunan lingga, dan sebuah “makam” (yang konon makam pusaka) yang dikelilingi pagar tembok setinggi 1,5 meter dengan luas 4 m x 6 m.

Makam pusaka itu hanya ditandai dengan tatanan batu-batu berkeliling. Batu yoni yang besar berukuran tinggi 62,5 cm, sisinya 74 cm x 74 cm, dengan lubang di tengah berukur 25 cm x 25 cm yang dalamnya 49 cm.

Sedangkan yoni kecil berukuran tinggi 62,5 cm, sisinya 58 cm dengan garis tengah lubang 25 cm x 25 cm dan kedalamannya 49 cm.

Baca Juga: Day Care Lansia ’Aisyiyah PRA Perumnas Condongcatur laksanakan ’Aisyiyah Senior School untuk pemberdayaan para lansia

Yoni yang ada di puncak Gunung Balak itu oleh masyarakat setempat disebut “watu kentheng”. Yoni kecil pada masa jaman penjajahan Belanda dulu pernah dibuang ke sungai Sejarak yang mengalir di kaki sisi utara Gunung Balak oleh orang-orang yang tidak senang dengan keberadaan yoni di sini.

Halaman:
Dilarang mengambil dan/atau menayangkan ulang sebagian atau keseluruhan artikel
di atas untuk konten akun media sosial komersil tanpa seizin redaksi.

Editor: Swasto Dayanto

Tags

Artikel Terkait

Rekomendasi

Terkini

Panen Sastra Diisi Diskusi dan Bedah Buku Sastra

Rabu, 15 Oktober 2025 | 08:30 WIB
X