Kampung Pulo di mana terdapat Candi Cangkuang, tenyata jadi penyebar Agama Islam pertama di Garut

photo author
- Sabtu, 31 Mei 2025 | 21:15 WIB
Makam Arif Muhammad di dekat Candi Cangkuang (KEMDIKBUD.GO.ID)
Makam Arif Muhammad di dekat Candi Cangkuang (KEMDIKBUD.GO.ID)

HARIAN MERAPI - Setelah selesai dipugar tahun 1976, Candi Cangkuang yang berada di Garut memiliki ukuran 4x18x8 meter. Arca Siwa yang sebelumnya telah ditemukan disimpan di dalam candi. Nama candi juga diambil sesuai nama daerah setempat.

Di pulau tempat keberadaan Candi Cangkuang juga terdapat pemukiman adat Kampung Pulo, yang menjadi bagian dari kawasan cagar budaya.

Letaknya berada di kompleks Candi Cangkuang, persis sebelum pintu masuk candi tersebut.

 Baca Juga: Candi Cangkuang di Garut, pertama kali diungkap warga Belanda, Vorderman

Kampung Pulo sebagai penyebar agama Islam pertama di wilayah Cangkuang maupun Garut. Serta Eyang Embah Dalem Arief Muhammad juga turut andil mendirikan peradaban di sekitarnya.

Munawar menceritaka konon Embah Dalem Arief Muhammad merupakan panglima perang Kerajaan Mataram yang ditugaskan oleh Sultan Agung untuk menyerang VOC di Batavia.

Namun, karena kalah dan takut mendapatkan sanksi apabila pulang ke Mataram, Embah Dalem Arief Muhammad memutuskan untuk bersembunyi di Cangkuang.

"Masyarakat sekitar saat itu masih banyak yang menganut agama Hindu serta animisme dan dinamisme. Namun perlahan oleh beliu masyarakat sekitar kemudian diislamkan,” ujar Munawar Anzar, juru pelihara Candi Cangkuang, dilansir laman indonesia.go.id.

Baca Juga: Fadli Zon Ceritakan Macron Berhasil Gapai Patung Buddha di Candi Borobudur

Penduduk Kampung Pulo kini merupakan keturunan asli dari almarhum Eyang Embah Dalem Arif Muhammad. Beliau memiliki tujuh anak, enam diantaranya perempuan dan satu laki-laki.

Warga adat yang mendiami Kampung Pulo saat ini berjumlah 23 orang yang terdiri atas 10 perempuan dan 13 laki-laki. Mereka merupakan generasi ke-8, ke-9, dan ke-10 dari Embah Dalem Arief Muhammad.

Ia menjelaskan, sejak abad ke-17, kompleks Kampung Pulo terdiri dari dari enam rumah dan satu musala. Rumah-rumah tersebut diperuntukan bagi anak perempuannya. Sementara musala untuk satu-satunya anak laki-laki.

“Sampai sekarang bagunannya hanya ada tujuh, dan nggak boleh ditambah bangunan dan kepala keluarga. Itu simbol putra-putri Embah, memiliki tujuh anak. Harus tetap tujuh pokok bangunan,” katanya.

Baca Juga: Saat pemindahan Candi Lumbung dari dusun Tlatar Kabupaten Magelang, ada 31 lapisan batu candi yang harus disusun lagi

Warga adat Kampung Pulo tidak boleh menambah kepala keluarga sehingga apabila ada warga adat yang menikah, harus membangun keluarga ke luar kampung.

Halaman:
Dilarang mengambil dan/atau menayangkan ulang sebagian atau keseluruhan artikel
di atas untuk konten akun media sosial komersil tanpa seizin redaksi.

Editor: Swasto Dayanto

Sumber: Indonesia.go.id

Tags

Artikel Terkait

Rekomendasi

Terkini

Cerita misteri saat pentas malam pelepasan mahasiswa KKN

Sabtu, 13 September 2025 | 22:00 WIB
X