Dialog Budaya Malam Sabtu Kliwon di Ndalem Kepatihan Kadipaten Pakualaman bahas membaca makna dan fungsi bangunan rumah

photo author
- Senin, 14 Juli 2025 | 14:27 WIB
Suasana Dialog Budaya Malam Sabtu Kliwon Pembicara dan Moderator. (Merapi/ Teguh)
Suasana Dialog Budaya Malam Sabtu Kliwon Pembicara dan Moderator. (Merapi/ Teguh)

HARIAN MERAPI - Dalam bangunan tempat tinggal bagi orang Jawa bukan sekadar hunian yang berfungsi sebagai rumah. Namun juga punya makna yang tidak lepas dari fungsi bangunan sebagai hunian tinggal.

Dalam bangunan rumah masyarakat Jawa pada umumnya ada yang disebut Senthong baik yang ada di sebelah Kiri, Tengah dan Kanan (Senthong Kiwo, Tengah dan Tengen), Emperan dan Jogan.

Adanya Pendhapa itu merupakan perluasan dari dari Emperan dan Gandhok itu perluasan dari Jogan.

Baca Juga: Muhammadiyah fokus perkuat BPRS, belum berencana dirikan bank umum syariah

Hal itu diungkap Dr. Sumardiyanto tim Tenaga Ahli Cagar Budaya ( TACB) Dinas Kebudayaan ( Kundha Kabudayan ) DIY, pada Dialog Budaya Malam Sabtu Kliwon di Ndalem Kepatihan Kadipaten Pakualaman, Jumat (11/7/2025) malam.

Diuaraikan Sumardiyanto, struktur permukaan rumah tinggal masyarakat Jawa selalu ditemukan adanya rumah inti atau dalem yang didalamnya terdapat senthong, jogan dan emperan.

"Senthong Tengah yang berada pada posisi paling belakang justru merupakan ruang yang paling disakralkan. Senthong merupakan ruang yang merepresentasikan adanya hubungan antara penghuni rumah dengan Yang Maha Kuasa", urainya.

Sedangkan Jogan yang berada di Tengah yang di atasnya terdapat atap utama baik berupa joglo maupun limasan merupakan ruang yang merepresentasikan adanya hubungan penghuni rumah dengan lingkungan alam semesta.

Baca Juga: Bangkai KMP Tunu dalam Posisi Terbalik di Dasar Selat Bali, Tim SAR Siapkan Teknis Pengangkatan

Sedangkan Empran yang yang berada di posisi paling depan merupakan ruang untuk menerima tamu dan sekaligus merepresentasikan adanya hubungan antara penghuni rumah dengan lingkungan masyarskat.

Dialog Budaya dengan moderator K.M.T Reksoprabowo juga menghadirkan Dr. Ing. Greg Wuryanto, M.Arch. Sentana Urusan Kaprajan bagian Rehabilitasi Aset Bangunan Cagar Budaya Kadipaten Pakualaman dan Dosen Prodi Magister Arsitektur Universitas Duta Wacana Yogyakarta.

Menurut pemilik nama paringan Dalem K.G.P.A.A. Paku Alam X, R.Riya Pakusewoyo ini, konsep rehabilitasi bangunan cagar budaya di Kadipaten Pakualaman ini dilakukan sebagai tafsir untuk mendeskripsikan prsktik strategis kebudayaan.

Dalam pandang Greg setidaknya ada 5 pendekatan strategi kebudayaan yang digunakan dalam proses rehabilitasi di bidang arditektur bangunan di Kadipaten Pakualaman antara lain, Strategi Nilai Kearifan, Konstruksi Bentul Asali/Asli, Reproduksi dan Modifikadi, Intervensi Spasial dengan Pendekatan Fungsinal yang Kontekstual, serta Penguatan Konstruksi.

Baca Juga: Waspada, ancaman buaya Sungai Progo

"Kelima klasifikasi strategi ini masih merupakan hipotesa berdasarkan pengalaman empiris serta temuan kasus di lapangan. Namun ini menarik sebagai wacana bagi diskusi tentang rumusan strategi kebudayaan bagi praktik kerja arsitektur di lingkungan Kadipaten Pakualaman", urai Greg.

Halaman:
Dilarang mengambil dan/atau menayangkan ulang sebagian atau keseluruhan artikel
di atas untuk konten akun media sosial komersil tanpa seizin redaksi.

Editor: Swasto Dayanto

Tags

Artikel Terkait

Rekomendasi

Terkini

Panen Sastra Diisi Diskusi dan Bedah Buku Sastra

Rabu, 15 Oktober 2025 | 08:30 WIB
X