HARIAN MERAPI - Kawasan Hutan Dengan Pengelolaan Khusus (KHDPK) merupakan terobosan dari pemerintah untuk mengatasi permasalahan masyarakat di kawasan hutan Jawa.
Program tersebut, mendapat sambutan petani borgan di Kabupaten Pati. Karena, KHDPK dinilai merupakan jawaban dari UU Cipta Kerja. Yaitu, pemanfaatan dan penggunaan kawasan hutan.
Berikut catatan mengenai perjuangan petani borgan di Kabupaten Pati (Jateng) dalam menyambut PP 23 tahun 2021 tentang penyelenggaraan kehutanan, seluas 1,1 juta hektare di Jawa yang ditetapkan sebagai kawasan yang dikelola di bawah kebijakan tersebut.
Baca Juga: Bocoran CAT PPK PPS Pemilu 2024, ini dia 30 soal yang diprediksi muncul
Lahan yang menjadi KHDPK, meliputi kawasan hutan negara yang memiliki fungsi sebagai hutan produksi serta hutan lindung.
Ini berasal dari wilayah kelola Perum Perhutani yang tersebar di seluruh penjuru Pulau Jawa baik di Provinsi Jawa Tengah, Jawa Timur, Jawa Barat, maupun Banten.
Diharapkan, penerapan kebijakan KHDPK akan mampu merehabilitasi lahan kritis di pulau Jawa.
Pasal 125 ayat 7 PP Nomor 23 tahun 2021 diyatakan bahwa kawasan kawasan hutan lindung dan kawasan hutan produksi yang tidak dilimpahkan penyelenggaraan pengelolaannya kepada Badan Usaha Milik Negara Bidang Kehutanan ditetapkan sebagai Kawasan Hutan Dengan Pengelolaan Khusus (KHDPK). Sedang peruntukannya, meliputi Perhutanan Sosial.
Penataan Kawasan Hutan dalam rangka pengukuhan kawasan hutan (konflik tenurial, konflik misal pemukiman, pertanian, perkebunan, pertambangan, lahan pengganti, hutan cadangan, hutan pangonan, proses TMKH), penggunaan kawasan hutan (IPPKH, PPKH, Lahan kompensasi), Rehabilitasi hutan (RHL, Lahan kritis), Perlindungan hutan (kriteria lindung), serta Pemanfaatan jasa lingkungan (kerjasama) yang menjadi kewenangan Pemerintah Pusat.
Keberadaan KHDPK dengan instrumen rehabilitasi diskenariokan mampu mengatasi 46 persen lahan kritis yang ada di Pulau Jawa.
Tentu saja harus ada identifikasi lapangan yang baik, ditambah pelibatan masyarakat guna meningkatkan laju serta potensi keberhasilan kegiatan rehabilitasi.
"PS merupakan program Presiden Joko Widodo. Jadi harus disukseskan," ujar penggiat petani borgan Dukuhseti, Mochamad Niam dan Arif.
Baca Juga: Peserta Dimas Diajeng Jogja angkatan 2017 ini semangat lestarikan Bahasa Jawa, lewat apa?
Petani borgan (penggarap lahan pinggir hutan) di Pati menyambut antusias adanya program Perhutanan Sosial tersebut.
Ribuan pesanggem yang mengajukan PS, dihimpun melalui Kelompok Tani Hutan. Yaitu KTH Brojoseti Makmur desa Dukuhseti, Wana Makmur (Grogolan), Agung Lestari (Sumur), Sekar Aji Rahayu (Gerit), Sedaya Makmur (Kembang), dan KTH Pandansili Ngarengan, desa Puncel. Juga dari wilayah kecamatan Gembong, Sukolilo dan Tlogowungu.
"Dulu, cuma ada beberapa lembaga saja yang mau memperjuangkan pesanggem untuk mendapat pengesahan KHDPK dari kementerian LHK. Tetapi sekarang, ada puluhan lembaga dan ratusan orang yang mengaku bisa menguruskan KHDPK. Mereka sering mendatangi rumah petani guna menawarkan jasanya" kata pimpinan Advokasi Masyarakat Petani Hutan Indonesia, Alan Arsalan, Jumat (18/11/2022).
"Kami mengajukan KHDPK sejak Agustus lalu, tetapi sampai sekarang belum terbit izin pengesahan dari kementerian LHK," ucap Suji, pesanggem dari daerah Cluwak.
Baca Juga: Sukses jaga keamanan KTT G20, BNPT puji kerja keras Polri dan TNI