Indra memaklumi kerinduan cyclist karena TDA terkahir digelar 2019, dan vakum selama pandemi Covid-19.
"Kami berharap tahun 2023, jumlah peserta TDA bisa lebih banyak lagi. Tidak hanya nasional, namun pesertanya juga dari luar negeri," ungkapnya.
Chairman TDA Surya Ananta mengutarakan, TDA pertama kali digelar tahun 2017. TDA yang awalnya untuk merayakan hari jadi Ambarrukmo Group tersebut, kini berubah menjadi event berskala nasional yang ditunggu cyclist setiap tahunnya.
Jumlah peserta TDA tiap tahun semakin banyak. Dari 600 pesepeda di tahun pertama 2017, tahun 2018 diikuti 800 pesepeda dan pada tahun 2019 diikuti 1.600 pesepeda.
Baca Juga: Ratu Inggris Queen Elizabeth II wafat, ini pernyataan resmi pertama Pangeran Charles sebagai raja
"TDA awalnya dirancang untuk mengakomodir penyuka sepeda. Belakangan TDA justru menjadi ikonik event di Jogja," kata Ananta.
Panitia bersyukur TDA mendapat dukungan dari banyak pihak dan sponsor hingga setiap tahun pelaksanaannya berjalan lancar dan berkesan bagi peserta.
Pantang Menyerah Eka Tjipta Widjaja
Sebagai sebuah perusahaan telekomunikasi terdepan, PT Smartfren Telecom Tbk (Smartfren), hadir di TDA. Bukan cuma sekali, Smartfren menjadi salah satu pendukung utama TDA sejak tahun 2019. Smartfren hadir sebagai official provider.
Smartfren memastikan peserta TDA tetap bisa mengakses internet, meski melintasi perbukitan Menoreh Kulon Progo yang kerap blank spot.
Dukungan Smartfren terhadap olahraga sepeda tak lepas dari sejarah Eka Tjipta Widjaja membangun Sinar Mas untuk Indonesia.
Baca Juga: Pinocchio, kisah petualangan si boneka kayu yang penuh dengan keajaiban
Sepeda menjadi saksi perjuangan Eka Tjipta Widjaja dalam menjalankan bisnisnya. Dari sepeda itu pula, kisah pantang menyerah Eka Tjipta mengayuh, menjalankan usaha, hingga membangun Sinar Mas berkembang pesat saat ini.
Dikutip dari laman sinarmas.com, Eka Tijpta Widjaja lahir dan tumbuh di tengah-tengah keluarga miskin. Orang tuanya adalah seorang pedagang yang merantau ke Makassar. Ia pun menyusul ke Indonesia dari Tiongkok saat usianya masih 9 tahun. Eka lahir pada 27 Februari 1921 di Quanzhou, Tiongkok.
Meskipun ayahnya memiliki toko kelontong, tapi kehidupan mereka terhimpit kemiskinan. Kondisi membuat Eka tidak tinggal diam.