Kebahagiaan: To Be, bukan To Have

photo author
- Senin, 1 Desember 2025 | 07:44 WIB
Ichsan (Dok. Pribadi)
Ichsan (Dok. Pribadi)

  * Oleh: Ichsan (dosen FITK UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta)

SERING kita mendengar, saya Bahagia memiliki mobil bagus, saya Bahagia memiliki rumah besar, saya bahagian memiliki penghasilan yang tinggi, saya Bahagia memiliki karir yang cemerlang, saya bahagian memiliki Tabungan yang banyak.

Secara umum, Masyarakat menamakan kebahagian adalah sama dengan memiliki (to have). Mari coba kita mereungkan sejenak. Berapa lama kesenangan terhadap barang baru?

 Semakin dikejar semakin terasa kosong. Mengapa? Karena yang dikejar itu berada di luar diri kita.

Baca Juga: Busyro Muqoddas Bongkar Rahasia Sukses Muhammadiyah hingga 113 Tahun

Suryomentaraman, menyatakan bahwa Bahagia tidak tergantung pada barang, tidak tergantung pada kehadiran orang lain, dan tidak tergantung pada konsep baik-buruk ataupun banyak sedikitnya ilmu yang dimiliki. Kebahagiaan adalah keterntaman jiwa yang diperoleh dari hasil kegiatan olah jiwa atau olah rasa.

Saya meyakini kebahagiaan orang tua bukan terletak seberapa banyak mereka mewariskan harta, tetapi yang utama adalah seberapa sukses mendidik anak-anaknya menjejadi penerus yang berilmu dan berintegritas.

Jadi di sini, ada dimensi kebahagian lain, yaitu moral happiness. Seseorang merasa bahagian justru ketika dirinya dapat memberi manfaan bagi orang lain. Semakin banyak memberi dan menolong orang lain, semakin merasa bermakna dan bahagialah seseorang.

Dengan demikian, orang yang bermakna dan bahagian Ketika justru memberi (to be), bukan menerima (to have). Konsep moral happiness ini sangat berdekatan dekat dengan konsep social happiness.

Baca Juga: Rahasia keberhasilan dakwah Nabi Muhammad SAW

Kebahagiaan moral diciptakan dengan membangun relasi social yang baik. Dari sini dapat diketahui bahawa kebahagiaan itu melahirkan Kebajikan.

Kebahagiaan yang berdasarkan pada to be adalah focus mengalihkan dari apa yang kita miliki menjadi siapa kita. Kebahagiaan yang demikitan ini bersifat internal, mendeka, permanen. Kebahagian berdasarkan pada to be menjadikan seseorang ;

(1) lebih bersyukur, Seseorang selalu menghargai apa yang ada (to be), bukan mencari kekuarangan-kekurangan ( to have), Terkait dengan syukur Allah swt berfirman : “ Sesungguhnya jika kamu bersyukur, niscaya Aku akan menambah (nikmat) kepadamu, tetapi jika kamu mengingkari (nikmat-Ku), sesungguhnya azab-Ku benar-benar sangat keras.” (QS. Ibrahim: 7).

( 2) lebih autentik atau Merdeka. Orang yang autentik adalah orang yang tidak terbayang-bayang oleh orang lain, topeng social, tetapi menjadi diri sendiri.

Baca Juga: Rutan Klas IIB Salatiga jadi tempat magang nasional Kemnaker

Halaman:
Dilarang mengambil dan/atau menayangkan ulang sebagian atau keseluruhan artikel
di atas untuk konten akun media sosial komersil tanpa seizinĀ redaksi.

Editor: Swasto Dayanto

Tags

Artikel Terkait

Rekomendasi

Terkini

PPDI Merah Putih Ingin Berpatisipasi MBG dan KDMP

Minggu, 21 Desember 2025 | 18:00 WIB
X