harianmerapi.com - Dalam pejuangan menyelamatkan pusak Kerajaan Majapahit, diceritakan Kia Ageng Tunggul Wulung yang suka berrburu ke tengah hutan.
Nyai Dakiyah sebagai tetua para Emban bersama dengan Raden Ayu Gadung Mlati di pagi buta itu sudah sibuk di dapur mempersiapkan makan pagi untuk Ki Ageng Tunggul Wulung yang akan pergi berburu ke hutan.
“Kok kadingaren, Ki Ageng. Berburunya kok mengajak Ki Tumenggung Suryapati?” tanya Nyai Dakiyah.
“Pada perburuan yang lalu ada Kijang yang lepas dari bidikanku. Mudah-mudahan Adi Suryapati berhasil membidiknya nanti. Soalnya Kijang itu gemuk seperti kamu sayang jika tidak tertangkap”.
“Oalah. Jadi Ki Tumenggung Suryapati cuma disuruh membidik yang gemuk to? Apa karena istrinya dia juga gemuk, Ki Ageng?”, jawab Nyai Dakiyah bertanya sambil tertawa-tawa.
Ki Ageng Tunggul Wulung tersenyum, “Ya. Pokoknya kamu masak yang enak-enak untuk bekal aku pergi berburu.”
“Sendika dawuh, Ki Ageng”.
Pagi itu Ki Ageng Tunggul Wulung sengaja menemui adik seperguruannya yang tengah sibuk di kandang kuda di belakang rumah.
Baca Juga: Menyelamatkan Pusaka Kerajaan Majapahit 2: Dibantu Prajurit Makhluk Halus Menuju ke Arah Barat Daya
“Adi Surya, hari ini kau kuajak ke hutan Setanggi untuk bertemu seseorang. Mudah-mudahan orang itulah yang dimaksud satria pinilih oleh Baginda raja Brawijaya Kertabumi”.
“Oh. Lalu tugasku apa, Kakang?”.
“Kau sebagai saksi penyerahan pusaka-pusaka sakti dari Majapahit itu sebagaimana dipesankan oleh Sinuwun Prabu Brawijaya Kertabumi dahulu”.
“Hmmmm, begitu? Baiklah aku bersedia”.
“Namun untuk tidak menarik perhatian banyak orang, kita berpura-pura pergi berburu ke hutan Setanggi”.