harianmerapi.com - Dalam perjalanan untuk menyelamatkan pusaka Kerajaan Majapahit, rombongan Ki Ageng Tunggul Wulung sampai di daerah Dukuhan di dekat Sungai Progo.
Sore hari ketika matahari sudah bersembunyi di balik perbukitan Menoreh di seberang barat Kali Progo rombongan. Ki Ageng Tunggul Wulang telah sampai di daerah Dukuhan.
Sebuah daerah yang cukup luas namun letaknya agak terpencil. Keadaan tanahnya subur karena berada di dekat aliran Sungai Progo yang tak pernah kering.
Inilah yang menyebabkan daerah ini meski agak terpencil tetapi sudah dihuni oleh beberapa puluh keluarga yang dipimpin oleh Ki Dukuh.
“Selamat sore, Ki Dukuh. Barangkali kedatanganku agak mengagetkan Ki Dukuh sekeluarga maupun semua warga di daerah ini”, kata Ki Ageng Tunggul Wulung ketika sowan kepada sesepuh daerah terpencil itu.
“Betul, Ki sanak. Sebenarnyalah aku belum pernah mengenal ki sanak, siapa namanya dan dari mana asalnya?”, jawab Ki Dukuh bertanya.
Ki Ageng Tunggul Wulung tersenyum memandangi Ki Dukuh, “Aku memang berasal dari daerah yang jauh, Namaku Ki Ageng Tunggul Wulung dari tlatah Majapahit”.
“Oh, maafkan aku. Jadi Radenmas ini punggawa Kraton Majapahit?”.
Baca Juga: Menyelamatkan Pusaka Kerajaan Majapahit 2: Dibantu Prajurit Makhluk Halus Menuju ke Arah Barat Daya
“Sssttt..., Ki Dukuh. Sebaiknya hal ini engkau rahasiakan. Sebab di sini aku ingin menjadi rakyat biasa menyatu dengan semua warga Dukuhan sini."
"Aku serombongan ingin menetap di sini untuk waktu yang tidak terbatas, Ki Dukuh”.
“Ooooo, begitu?. Ya ya ya aku mengerti, Ki Ageng”.
“Jangan sebut aku Ki Ageng! Sebut saja Ki Tunggul agar hubunganku dengan rakyat di Dukuhan ini semakin akrab”.
“Terima kasih. Semoga dengan kehadiran Ki Tunggul serombongan rakyat kami bisa belajar tentang berbagai ilmu serta menyerap pengalaman-pengalaman tertentu agar dapat meningkatkan taraf kehidupannya”.
“Mudah-mudahan saja” jawab Ki Tunggul.