“He, tua bangka. Ternyata kamu penipu ya? Jambe emasmu palsu semua. Nih, kukembalikan padamu!”, kata Bandhotan pemimpin Kelompok Singa Barong itu sambil melemparkan buah jambe itu ke arah wajah Kyai Talijiwa.
Lemparan itu dengan mudah dihindari oleh orang tua yang masih duduk di punggung kudanya.
“Kakang Panembahan, hentakkan kendali kudamu! Kita bersama-sama meloncat dan lari sekencang-kencangnya meninggalkan tempat ini!”, katanya kepada Panembahan Trunajati.
Baca Juga: Sunan Amangkurat Mas 4: Perang Besar Pecah, Dada Surapati Diterjang Sebutir Peluru Kencana
“Wuuusssss!” sambil mbengingeh kedua kuda itu melompat menerjang orang-orang yang menghadangnya dan berlari kencang.
“Kurang ajar!”, teriak Bandotan memaki-maki. Dia lalu mengambil panah api dan melepaskannya ke udara memberi isyarat kepada teman-temannya yang berada di ujung hutan sebelah utara agar mencegat kedua penunggang kuda yang lewat.
Panembahan Trunajati dan Kyai Talijiwa terpaksa harus melayani perampok-perampok itu. Cambuknya segera diurai dari balik bajunya dan segera diayunkan dengan tangan kanannya “glerr, glerrr, glerrrr” suaranya meledak-ledak memekakkan telinga.
Anak buah Bandotan yang berani mendekatinya langsung diseblaknya sehingga ujung cambuk itu melilit lehernya lalu Kyai Talijiwa menghentakkannya keras-keras. Orang itupun terbanting ke tanah kesakitan, tulangnya serasa remuk.
Sedangkan Panembahan Trunajati yang bersenjatakan tongkat Baja Hitam diputarnya untuk melindungi dirinya seperti baling-baling.
Sementara kudanya yang sudah terlatih itu mengejar musuh, menginjakkan kakinya atau memengkal dengan kedua kaki belakanya.
Bandotan dan seluruh anak buahnya akhirnya kuwalahan melawan kedua orang tua itu. Mereka kemudian melarikan diri masuk ke hutan. (Ditulis: Akhiyadi)