harianmerapi.com - Cobaan masih datang silih berganti dan tak pernah lepas dari kehidupan Tantro. Soal biaya pendidikan ia memang sudah tidak memikirkan lagi, karena sudah ada yayasan yang menanggungnya sampai ia lulus kuliah jika menginginkan nanti.
Namun di saat-saat akhir masa sekolah SMA yang sangat penting untuk menempuh ujian, Tantro harus terbelah pikirannya.
Pasalnya sang ibu jatuh sakit dan kesehatannua tiba-tiba menurun secara drastis, sehingga beberapa kali harus diperiksakan ke dokter.
Hal ini membuat Bu Dipo tak bisa lagi bekerja untuk mencari nafkah. Padahal biaya pengobatan ke dokter tidaklah sedikit.
Terpaksa Tantro kembali berjualan apa saja yang bisa dijual. Ia tak merasa malu, menjajakan gorengan dan aneka jajan di sekolahnya.
Selain itu juga barang-barang lain yang sekiranya dibutuhkan teman-temannya. Jika ada waktu luang, ia juga berjualan dari rumah ke rumah.
Hasilnya cukup lumayan, selain untuk makan sehari-hari juga bisa mengumpulkan uang jika Bu Dipo memerlukan pengobatan.
Baca Juga: Gantungkan Cita-cita Setinggi Langit 2: Rajin Salat dan Belajar karena Ingin Menjadi Orang Kaya
Dari diagnosa dokter, Bu Dipo katanya menderita sakit paru-paru, sehingga tidak boleh bekerja terlalu keras.
Tantro tak ingin kehilangan orang tuanya yang tinggal sebelah. Karena itu, ia jaga betul Bu Dipo agar sakitnya tidak semakin parah.
Tantro bertekad ingin cepat menyelesaikan sekolah dan bekerja, agar bisa mencari uang banyak untuk membahagiakan ibunya. Selama ini hidupnya sudah kenyang dengan kesulitan dan kesusahan.
Setiap kali melihat ibunya terkulai di tempat tidur, hati Tantro pun terasa diiris-iris. JIka sudah begitu, maka sandaran hatinya hanyalah berdoa kepada Allah SWT.
"Ya Allah, berikanlah kesempatan pada hamba-Mu ini untuk bisa membahagiakan orang tuaku. Janganlah Engaku panggil ibuku, sebelum hamba mampu meraih cita-cita," begitulah doa yang selalu Tanto panjatkan.