harianmerapi.com - Roda kehidupan selalu berputar. Pak Kasan yang sangat dihormati di tengah masyarakat, sudah dipanggil Illahi.
Semua tentu merasa sangat kehilangan, mengingat masa hidupnya Pak Kasan dikenal orang yang sangat baik. Suka bersosialisasi dan membantu tanpa pamrih kepada yang membutuhkan.
Termasuk Tantro, yang sudah dianggap sebagai anak angkat, seolah mengalami kehilangan sosok ayah untuk keduakalinya.
Terlebih tentunya anak-anak Pak Kasan. Mereka kehilangan seorang ayah sekaligus sahabat yang selalu mendampingi dalam keadaan susah maupun bahagia.
Hubungan Pak Kasan dengan anak menantu maupun cucu memang sangat dekat sekali, meski dua anaknya dalam beberapa tahun belakangan sudah tinggal berjauhan di luar kota.
Sekarang tanpa kehadiran Pak Kasan, sangat terasa di antara mereka betapa ada sesuatu sangat berharga yang telah hilang.
Ada pemyesalan memang, tidak ada di antara ketiganya yang mampu mewujudkan harapan Pak Kasan untuk meneruskan karir di bidang kemiliteran. Tapi semua telah berlalu dan masing-masing sudah menentukan jalan hidup masing-masing.
Baca Juga: Gantungkan Cita-cita Setinggi Langit 2: Rajin Salat dan Belajar karena Ingin Menjadi Orang Kaya
Tanpa 'tokoh sentral' dalam keluarga membuat tiga anak Pak Kasan memng menjadi agak lain. Apalagi kehadiran istri atau suami, maka pandangan hidup mereka seolah sesuai dengan keinginan masing-masing.
Termasuk dalam hal warisan yang ditinggalkan Pak Kasan. Ternyata rumah induk yang sekarang ditempati Kusin, anak laki-laki Pak Kasan, belum dibagi waris.
Semasa Pak Kasan masih hidup, rumah tersebut memang sengaja digunakan untuk berkumpul keluarga besarnya di acara-acara tertentu, terutama saat Lebaran.
Namun sekarang bagaimanapun harta peninggalan tersebut harus dibagi untuk para ahli warisnya secara adil sesuai hukum yang berlaku.
Setelah tarik ulur yang sangat alot, akhirnya disepakati di antara mereka untuk menjual seluruh aset peninggalan Pak Kasan.