harianmerapi.com - Profesi sebagai tukang servis jam sepertinya aman-aman saja, namun siapa sangka, ternyata Syahlan punya pengalaman horor dan bertemu dengan gendruwo.
Selama ini jam yang lazim kita jumpai adalah jam tangan, jam dinding, jam beker dan jam berdiri.
Keempatnya masih bisa kita beli di toko-toko arloji, apa pun bentuknya. Besar kecilnya pun amat bervariasi.
Baca Juga: Cerita Misteri Lari Pagi Melewati Kuburan Diikuti Wanita Berambut Panjang Bau Amis
Harganya berkisar dari puluhan ribu hingga jutaan rupiah. Bahkan ada jam tangan yang harganya mencapai lebih semilyar rupiah.
Jam tangan beragam sekali merk-nya. Baik yang digital maupun menggunakan baterai. Jam memakai per, kini sudah masuk museum.
Tidak dibikin lagi oleh pabriknya. Kalah dengan jam-jam digital dan berbaterai. Kasingnya pun amat beragam, rata-rata amat menarik dan semakin praktis.
Syahlan (bukan nama sebenarnya) sudah puluhan tahun menjadi tukang sevis jam. Lapaknya dibuka di rumah sendiri.
Baca Juga: Tiga Penyebab Frustrasi dan Berbagai Solusi Penyelesaiannya, Salah Satunya Berbicara pada Orang Lain
Pengalamannya sudah segudang, pelanggannya pun sudah amat banyak. Dengan kata lain dia tidak pernah sepi pekerjaan.
Dia terkenal sebagai montir jam yang teliti dan cermat, hasil servisnya pun bergaransi. Di zaman sekarang hanya sedikit yang mau menekuni pekerjaan seperti ini.
Padahal jam amat dibutuhkan oleh setiap orang. Hampir setiap saat orang-orang menatap jam yang ada di dekatnya.
Suatu petang Syahlan didatangi seorang lelaki berperawakan tinggi besar dan berkulit hitam legam.
Dia bermaksud untuk mereparasikan jam tangannya yang rusak. “Akan saya ambil dua hari lagi ya, Mas..,” kata pria itu kepada Syahlan, yang kemudian mengiyakan.
Jam tangan tersebut bentuknya oval. Anehnya, jarum jam-nya berputar terbalik. Berbeda dengan jam pada umumnya yang mengarah ke kanan.
Artikel Terkait
Suka Mabuk-mabukan, Sudah Mati pun Masih Minta Arak
Arwah Gentayangan Jadi Tumbal Siluman Kuda
Ternyata Aku Membuatkan Teh Hangat untuk Arwah Bu Rasmi
Dapat Penumpang Berkebaya Hijau Tua, Lho Kok Masuk Makam?
Perjalanan Pulang Menyusuri Punggung Bukit Ditemani Pocong