harianmerapi.com - Dalam perjalanan untuk menyelamatkan pusaka Kerajaan Majapahit, rombongan Ki Ageng Tunggul Wulung berhenti di bwah pohon gayam.
Umbul Gayaman sebenarnya termasuk tempat wingit. Namun apa mau dikata dalam perjalanan panjang seperti ini tempat apapun akan digunakannya untuk istirahat.
Mudah-mudahan tidak ada kejadian apa-apa. Jika pun terjadi sesuatu semoga prajurit makhluk halus Ki Lurah Sutejo dan Ki Lurah Purwarejo dapat mengatasinya.
Begitulahlah, maka rombongan dari Kerajaan Majapahit tadi beristirahat di Umbul Gayaman.
Setelah makan bekal yang mereka bawa maka merekapun terus tidur-tiduran di rerumputan dan sebagian dari mereka ada yang beristirahat di pasir kering tepian Umbul itu.
Semakin larut malam angin yang berhembus semakin terasa dingin, sejuta bintang bertaburan di langit biru. Sunyinya dini hari mendadak ditingkahi cerecet suara Codot berkejaran berebut mangsa.
Ki Ageng Tunggul Wulung yang masih suntuk berdoa memohon petunjuk yang Kuasa sedikit terperanjat namun bukan karena cerecet suara Codot tadi
melainkan beliau tergagap ketika melihat di sudut langit sana memintas cahaya berbentuk bundar seperti bulan dan jatuh di kejauhan arah barat daya.
Baca Juga: Menyelamatkan Pusaka Kerajaan Majapahit 2: Dibantu Prajurit Makhluk Halus Menuju ke Arah Barat Daya
“Hmmm, agaknya ini firasat” gumam orang tua itu lalu mendekati tempat beristirahatnya Tumenggung Suryapati adik seperguruannya dulu,
“Adi Suryapati, kamu tentu belum tidur. Iya kan?”, bisiknya.
“Ya. Ada apa kakang Tunggul Wulung?”, jawab Tumenggung Suryapati sambil menarik sarungnya yang dipakai untuk selimutan.
Mereka berdua lalu duduk bersama membicarakan tugas yang harus dilakukan atas perintah Gusti Prabu Brawijaya Kertabumi.
“Ssssttt, apakah Adi Surya melihat Daru yang barusan memintas di langit sana?” tanya Ki Ageng Tunggul Wulung mengacungkan telunjuknya ke arah barat daya.