harianmerapi.com - Dalam menjalankan misi menyelamatkan pusaka Kerajaan Majapahit, Ki Ageng Tunggul Wulung memerintahkan dua prajurit makhluk halus yang menyertainya,
Mereka adalah Ki Lurah Sutejo dan Ki Lurah Purworejo, diminta untuk melindungi rombongannya yang akan melarikan diri melalui pintu lorong rahasia.
“Sendika, Ki Ageng”, jawab kedua makhluk halus tersebut. Setelah mereka mateg aji, menyatukan nalar budinya dan berkonsentrasi penuh tidak beberapa lama kemudian terdengar suara gemuruh disertai bertiupnya angin kencang,
perlahan-lahan kabut pun muncul yang makin lama makin menebal di kanan kiri jalan yang akan dilalui rombongan. Sehingga kepergian rombongan tersebut tidak terlihat oleh pihak musuh.
“Perjalanan kita akan kemana, Ki Ageng?”, bertanya Ki lurah Sutejo.
“Menurut petunjuk para prajurit Punakawan rencana perjalanan kita kearah barat daya. Aku sendiri belum tahu pasti tujuan yang dimaksud”.
Ki Lurah Sutejo yang berupa makhluk halus itu mengangguk-anggukkan kepalanya. Dia membayangkan, di arah barat daya itu ada beberapa rintangan yang lumayan berat.
Tetapi aku dan Kakang Lurah Purworejo sanggup mengatasinya. Mereka terus berjalan semakin jauh meninggalkan kota raja Majapahit,
Baca Juga: Menanam Harapan di Bulan Penuh Keberkahan
kabut tebal yang didatangkan oleh Ki Lurah Sutejo perlahan-lahan mulai menghilang, suasana perjalanan sudah semakin aman.
Pedati-pedati mereka berjalan giat sedangkan dua ekor kuda yang mereka bawa juga nampak sehat-sehat saja.
Ki Ageng Tunggul Wulung beserta semua prajurit pengikutnya berpenampilan berbeda dari biasanya ketika mereka bertugas di lingkungan Keraajaan.
Mereka nampak berpakain sebagaimana kebanyakan orang desa, berbaju koko hitam, celana gojak-gajek hitam, berikat kepala juga, dan berselempang sarung di dadanya.
Nyai Gadung Mlati istri Ki Ageng Tunggul Wulung juga nampak begitu sederhananya, wajahnya polos tanpa make up,