Catatan Hendry Ch Bangun: Apalah Arti Media Kalau Sudah Mati

photo author
- Minggu, 19 Februari 2023 | 09:00 WIB
Hendry Ch Bangun (Dok.pribadi)
Hendry Ch Bangun (Dok.pribadi)

Semakin pesatnya pertumbuhan media siber menjadi persoalan tersendiri, karena anggaran dari Pemerintah Provinsi dan Pemerintah Kabupaten-Kota terbatas, sehingga kue yang dibagian kian kecil. Faktor kedekatan, kesediaan untuk “tunduk” dalam kemitraan pencitraan atau pemberitaan berbayar, menjadi kunci media agar tetap dapat jatah. Ada yang beruntung, ada yang tersisih. Dan biasanya yang kalah adalah yang idealis tadi.

Baca Juga: Ramalan karir dan keuangan zodiak Leo, Virgo, Libra, Scorpio, Minggu 19 Februari 2023, cari kerja sampingan

***

Dalam banyak kesempatan berkunjung ke media-media di daerah, saya kerap berdiskusi dengan pengelola berusia muda, yang ingin agar mereka bisa hidup tanpa kehilangan idealism sehingga konsisten mengeluarkan karya jurnalistik bermutu. Dengan gagahnya saya mengatakan, apapun yang terjadi, jangan pernah lupa pada kualitas. Liputan yang bermutu dalam pengertian topiknya menarik untuk dinikmati audiens, ditulis atau disiarkan bahasa yang enak dibaca atau didengar, sesuai dengan kaidah etik dan jurnalistik, pasti akan selalu dicari pembaca atau pendengar atau penonton. Tinggal lagi bagaimana memonetasi, menjadikannya terjual dan mendatangkan uang, hal yang sudah ada pula ilmunya.

Khusus untuk media daerah saya katakan, kuasailah wilayahmu. Dari referensi dan jurnal yang rutin saya baca, jelas sekali, media lokal justru memiliki kekuatan dibanding nasional, karena ada banyak kekayaan yang terpendam. Dengan semakin terhubungnya Indonesia karena teknologi, orang Banjar di Medan tetap akan tertarik membaca berita tentang Banjar yang diberitakan media di Kalimantan Selatan. Orang Batak di Papua pasti akan rutin mencari hal-hal terkait sukunya dari media di Sumatera Utara. Tinggal bagaimana pengelola media mengolahnya agar menjadi perhatian audiensnya.

Kuasailah peristiwa lokal melalui jejaring yang kuat. Ada kecelakaan kapal di sungai Mahakam, maka media yang terbit di Samarinda harus terlebih dahulu memuatnya ketimbang detik.com atau Kompas.com, misalnya. Kebakaran hutan di Sumsel seharusnya terlebih dahulu diberitakan media di Musi Rawas atau Lubuk Linggau, ketimbang oleh media nasional. Ambil gambarnya, buat beritanya.

Baca Juga: Siapkan Makanan Pengungsi, Kodim 0726 Sukoharjo Buka Dapur Lapangan Bantu Korban Banjir

Ini hanya bisa terjadi apabila pengelola media memiliki strategi peliputan yang jitu. Dia punya jejaring di kepolisian lokal, jaga wana lokal, tokoh karang taruna, staf rumah sakit, yang akan segera memberikan informasi cepat apabila terjadi peristiwa penting. Kejar tayang dulu. Wartawan hanya diterjunkan apabila skala atau magnitude peristiwa membesar, yang membutuhkan liputan terencana. Berapa jumlah “pencari berita” yang direkrut untuk siaga, tentu tergantung lobi. Level kabupaten bisa 20 sampai 30 orang. Saya bayangkan paling tidak sepekan sekali media itu aka nada berita eksklusif.

Kalau media lokal secara rutin membuat berita yang “mengejutkan” media nasional maka dengan sendirinya nama media itu akan terangkat, dan beritanya akan juga segera dimuat platform lokal seperti Google atau Yahoo atau yang sedang popular Tiktok.

“Walaupun media lokal, nanti berita kalian akan naik ke tingkat dunia, kalau bermutu dan cepat. Kalau eksklusif dan yang pertama muncul,” kata saya. Dan pimpinan media itu pun manggut-manggut bersemangat.

Cerita ini terjadi pada tahun 2018-2019 ketika ada ide untuk mengikat platform global, yang seenaknya mengambil berita dari media di Tanah Air dengan gratis. Untuk media nasional, pada awalnya berita diambil mungkin tidak  berarti tetapi karena di Australia, Jerman, bahkan Thailand Google sudah mau bekerja sama, berbagi keuntungan, akhirnya ide yang awalnya disebut sebagai publisher’s right disepakati. Dewan Pers pun membentuk Satuan Tugas atau Kelompok Kerja yang terdiri dari unsur Dewan Pers, konstituen, Forum Pemred, Kementerian Kominfo, dsb.

Baca Juga: Bongkar Defense Bumi Borneo, Bima Perkasa Segel Kemenangan ke-9 di IBL 2023

Media daerah, media kecil bisa jadi peserta sejauh karya jurnalistik mereka bermutu, layak diambil, dan khas, bukan seperti sekarang yang isinya kebanyakan press release polisi atau pemda, dan terkesan sekadar asal terbit. Karena kuncinya memang konten. Mereka ini karena akan sulit berhubungang dengan pihak platform global, tentu bagus kalau bergabung dan bersatu agar posisi tawarnya lebih kuat, terlepas dari apakah mereka sudah terverifikasi atau belum.

Apakah rupiah yang mereka peroleh nanti cukup untuk menghidupi? Belum tentu. Dan pasti akan kalah besar dalam jumlahnya dibandingkan dengan media-media besar. Tetapi kalau mereka menghasilkan good journalism, secara berkelanjutan, tentu saja peluangnya besar. Ini akan menambah daya hidup agar tidak mati. Agar mereka bisa menjalankan perannya.

Kontroversi yang mengemuka sekarang adalah soal peran Dewan Pers dan pihak-pihak yang merasa lebih berhak karena sudah banting tulang dalam merumuskan, terkait dengan badan pelaksana, apabila peraturan berjudul sementara “Tanggungjawab Platform Global dan Jurnalisme Berkualitas” ini. Sebenarnya jelas, ide itu dulu difasilitasi Dewan Pers, semua acara dan kegiatan dibiayai dari anggaran APBN Dewan Pers, baik honor, akomodasi, dan maupun biaya transportasi. Jadi semestinya apapaun hasilnya, itu haknya Dewan Pers, bukan hak pribadi dari orang-orang yang menjadi narasumber ataupun peserta diskusinya. Ya biarlah waktu yang akan menyelesaikan.

Halaman:
Dilarang mengambil dan/atau menayangkan ulang sebagian atau keseluruhan artikel
di atas untuk konten akun media sosial komersil tanpa seizinĀ redaksi.

Editor: Hudono

Tags

Artikel Terkait

Rekomendasi

Terkini

FWK Membisikkan Kebangsaan dari Diskusi-diskusi Kecil

Jumat, 31 Oktober 2025 | 10:30 WIB

Budaya Hukum Persahabatan

Rabu, 24 September 2025 | 11:00 WIB

Generasi PhyGital: Tantangan Mendidik Generasi Dua Dunia

Minggu, 21 September 2025 | 10:13 WIB

Akhmad Munir dan Harapan Baru di Rumah Besar Wartawan

Selasa, 2 September 2025 | 09:52 WIB

Kemerdekaan Lingkungan, Keselamatan Rakyat

Rabu, 13 Agustus 2025 | 10:15 WIB

Mikroplastik: Ancaman Baru terhadap Kesehatan

Kamis, 7 Agustus 2025 | 09:00 WIB

Pro dan Kontra Identik Perpecahan?

Rabu, 6 Agustus 2025 | 12:05 WIB

Mentalitas Kemerdekaan

Jumat, 18 Juli 2025 | 16:50 WIB

Jabatan sebagai Amanah

Kamis, 19 Juni 2025 | 11:15 WIB
X