Catatan Hendry CH Bangun: Ada Apa dengan Dewan Pers (Tamat)

photo author
- Kamis, 12 Januari 2023 | 12:00 WIB
Hendry Ch Bangun (Dok pribadi)
Hendry Ch Bangun (Dok pribadi)



SEPULANG dari masjid sehabis salat Subuh, berjalan kaki di keremangan yang sejuk, saya ditegur.

“Ngapain sih kamu jahil, mempersoalkan masalah Dewan Pers. Masamu sudah selesai.”

“:Lho, saya kan hanya mengingatkan sesuatu yang relevan. Saat ini jabatan Ketua Dewan Pers lowong sepeninggal Prof Azyumardi Azra. Ada aturannya di Statuta, Wakil Ketua otomatis menjadi Ketua Dewan Pers apabila Ketua Dewan Pers berhenti. Tetapi yang ada malah PLT.”

Baca Juga: Silaturahmi Ketua PN Bantul ke Bupati, Pengadilan dan Pemkab Bantul tetap bersinergi

“Kan bisa saja mereka sedang sibuk mengerjakan hal lain?”

“Sesibuk apa? Prof Azyumardi Azra wafat 18 September. Ini sebentar lagi 18 Januari. Empat bulan. Apa kekurangan waktu. Kalaupun ada masa berkabung, ya sudah selesailah.”

“Itu bukan urusanmu lagi kan?”

“Sebagai orang yang pernah dua periode menjadi anggota, saya hanya ingin mengingatkan agar para anggota Dewan Pers periode 2022-2025 taati Peraturan Dewan Pers. Kan selama ini selalu berkoar-koar agar media, wartawan, pemerintah, publik, patuh dan tunduk pada Peraturan Dewan Pers. Masak mereka sendiri malah melanggarnya.”

“Tapi kan yang lain diam. Ada mantan Ketua Dewan Pers. Ada mantan Wakil Ketua Dewan Pers. Ada belasan mantan anggota Dewan Pers. Mereka semua masih hidup, juga tahu persoalannya, tidak seperti kamu, yang sok tahu.”

“Sifat saya ya begini. Saya tidak tahan melihat pelanggaran aturan. Menurut saya di satu sisi kita membuat aturan. Di sisi lain kita melanggar aturan itu. Kan munafik namanya. Kalau para mantan itu diam, itu urusan masing-masing. Mereka mungkin punya alasan lain. Silakan saja. Tanggung jawab pribadi.”

Baca Juga: Beternak bebek tanpa digembala, pilihan pakannya dari pelet hingga campuran sejumlah bahan

“Tindakanmu percuma saja. Kalau mereka sadar, ya sejak awal mereka menerapkan Statuta dan menetapkan Ketua Dewan Pers, bukan cari-cari alasan.”

“Terserah saja. Tugas saya hanya mengingatkan. Amar ma’ruf nahi mungkar. Mau diikuti atau tidak ya terserah mereka semua.”

Lalu suara itu menghilang. Saya tengok ke kanan dan ke kiri, yang ada hanya pepohonan di depan rumah-rumah yang lampu terasnya masih hidup. Pukul 04.50, cuaca memang masih gelap. Apalagi bulan samar-samar tertutup mendung. Rupanya yang terdengar hanya suara hati saya sendiri. Dialog dalam hati.

***

Halaman:
Dilarang mengambil dan/atau menayangkan ulang sebagian atau keseluruhan artikel
di atas untuk konten akun media sosial komersil tanpa seizinĀ redaksi.

Editor: Hudono

Tags

Artikel Terkait

Rekomendasi

Terkini

FWK Membisikkan Kebangsaan dari Diskusi-diskusi Kecil

Jumat, 31 Oktober 2025 | 10:30 WIB

Budaya Hukum Persahabatan

Rabu, 24 September 2025 | 11:00 WIB

Generasi PhyGital: Tantangan Mendidik Generasi Dua Dunia

Minggu, 21 September 2025 | 10:13 WIB

Akhmad Munir dan Harapan Baru di Rumah Besar Wartawan

Selasa, 2 September 2025 | 09:52 WIB

Kemerdekaan Lingkungan, Keselamatan Rakyat

Rabu, 13 Agustus 2025 | 10:15 WIB

Mikroplastik: Ancaman Baru terhadap Kesehatan

Kamis, 7 Agustus 2025 | 09:00 WIB

Pro dan Kontra Identik Perpecahan?

Rabu, 6 Agustus 2025 | 12:05 WIB

Mentalitas Kemerdekaan

Jumat, 18 Juli 2025 | 16:50 WIB

Jabatan sebagai Amanah

Kamis, 19 Juni 2025 | 11:15 WIB
X