Jemaah Jangan Banyak Berharap dari Aset First Travel, Kecuali Pemerintah Beri Solusi

photo author
- Jumat, 6 Januari 2023 | 13:20 WIB
 Dr.TM. Luthfi Yazid, SH., LL.M. (Dok Pribadi)
Dr.TM. Luthfi Yazid, SH., LL.M. (Dok Pribadi)

Jika dalam bentuk uang (bila putusannya belum inkracht) mungkin uang tersebut ada dalam “rekening penampungan” atau “rekening penitipan” (rekening yang tidak berbunga). Jika ternyata, misalnya, aset FT berupa uang yang dirampas untuk negara telah masuk ke kas negara atau “rekening Kemenkeu”, maka secara berjenjang (setelah melalui Kajari Depok, Kajati Jabar dan Kejagung RI), Jaksa Agung memberikan up-date dan koreksi kepada Menteri Keuangan akan adanya putusan PK tersebut.

Semua mekanisme itu, tentu saja, melalui pembuatan Petunjuk Pimpinan (Juk Pim). Namun semuanya belum jelas, sebab bunyi putusan PK lengkapnya belum ada karena belum di upload MA sementara beritanya sudah bergulir, dan seolah-olah memberi harapan yang melegakan bagi jemaah. Padahal tidak!

JPU hanya menjadi eksekutor sesuai dengan bunyi putusan PK-nya karena hal ini terkait dengan barang bukti. Umpamanya, apakah aset FT tersebut diserahkan kepada Andika Surachman, Anniesa Hasibuan atau kepada para jamaah? Semua itu tercantum dalam bunyi putusan. Namun demikian karena menyangkut puluhan ribu orang, dengan aset FT yang sangat tidak memadai maka mekanismenya tidak mudah. Bahkan bisa timbul konflik antara jemaah dengan jemaah atau jemaah dengan agen umroh.

Baca Juga: Istri Widji Thukul meninggal dunia, ini sebabnya

 

Kedua, Berdasarkan Pasal 86 ayat 3, 4 dan 5 UU No 8 Tahun 2019 tentang Penyelenggaraan Haji dan Umroh sebenarnya pemerintah dapat memberikan solusi untuk memberangkatkan jemaah umroh yang gagal dengan jumlah yang massif tersebut. Dalam “keadaan darurat atau keadaan yang luar biasa” pemerintah melalui sebuah keputusan Presiden dapat “mengambil alih” untuk memberikan solusi bagi jemaah yang gagal berangkat.

Dalam hal ini Presiden dapat turun tangan menyelesaikan kasus ini, dengan memberikan perintah yang solutif kepada Menaq Yaqut Cholil Qoumas. Sebab perlindungan terhadap penyelenggaraan ibadah umroh—sebagai pelaksanaan kebebasan melaksanaan ibadah agama dalam Pasal 28 dan 29 UUD 1945—adalah mandat konstitusi yang harus dilaksanakan oleh negara.

Ketiga, yang mengeluarkan izin PPIU adalah Pemerintah (Kementeriaan Agama/Kemenag RI).  Kemudian berdasarkan Keputusan Menteri Agama Nomer 589 Tahun 2017 yang intinya menyebutkan bahwa seluruh biaya umroh yang telah ditransfer ke rekening FT harus dikembalikan kepada jemaah atau mereka diberangkatkan untuk umroh.

Keputusan Menteri Agama ini dibuat pada masa Menteri Agama Lukman Hakim Saifuddin. Sampai Menteri Agamanya berganti ke Fachrul Razi sampai Menag Yaqut Cholil Qoumas keputusan Menteri Nomor 589/2017 ini hanya sebatas janji kertas.

Keempat, dalam rapat kerja  Menteri Agama Fachrul Razi dengan Komisi 8 DPR RI pada akhir tahun 2019 yang dihadiri 21 anggota komisi VIII dari 9 fraksi di DPR RI, Menteri Agama berjanji akan memberangkatkan secara bertahap para jamaah yang gagal berangkat. Tapi nyatanya sampai Menteri Agamanya berganti ke Yaqut Cholil Qoumas janji tetap tinggal janji.

Baca Juga: Seekor buaya muara masuk perangkap ikan di Konsel, begini cara BKSDA Sultra mengevakuasi

Kelima, yang terpenting lagi adalah, kasus FT menyangkut puluhan ribu orang dan terkait dengan hak fundamental (fundamental rights) warga negara yakni menjalankan ibadah keagamaan (umroh), yangmana pelaksanaan umroh merupakan kegiatan berkelanjutan.

Kerugian FT saja dengan 63.310 jemaah sudah mencapai sekitar Rp 1 triliun. Jadi sangat beralasan pemerintah untuk turun tangan sebagaimana pemerintah turun tangan dalam kasus PT Lapindo Brantas, PT Bank Century dan PT Jiwasraya dimana negara menalangi para korban. Misalnya, dalam kasus PT Lapindo Brantas, Menteri Keuangan Sri Mulyani berdasarkan Keppres No 13 Tahun 2006 tentang Tim Nasional Penanggulangan Sembur Lumpur Lapindo memberikan ganti rugi kepada korban lumpur sekitar Rp 751 miliar.

Dalam kasus PT Bank Century pemerintah menalangi (bailed-out) para nasabah sekitar Rp 6,76 triliun. Dalam kasus PT Jiwasraya pemerintah menalangi kerugian sekitar Rp 22 Triliun.

Keenam, keberadaan Satgas Waspada Investasi (SWI) yang terdiri dari 13 kementeriaan atau setingkat menteri yakni Kementerian Agama, Kepolisian RI, OJK, Kemenhukham, BPK, Menko Info, Kejagung, dll --yang dibentuk saat mencuatnya kasus FT-- tidak maksimal dan tidak bisa juga mencarikan solusi, bahkan kasus kegagalan berangkat jamaah umroh masih berulang sampai saat ini.

Halaman:
Dilarang mengambil dan/atau menayangkan ulang sebagian atau keseluruhan artikel
di atas untuk konten akun media sosial komersil tanpa seizinĀ redaksi.

Editor: Hudono

Tags

Artikel Terkait

Rekomendasi

Terkini

FWK Membisikkan Kebangsaan dari Diskusi-diskusi Kecil

Jumat, 31 Oktober 2025 | 10:30 WIB

Budaya Hukum Persahabatan

Rabu, 24 September 2025 | 11:00 WIB

Generasi PhyGital: Tantangan Mendidik Generasi Dua Dunia

Minggu, 21 September 2025 | 10:13 WIB

Akhmad Munir dan Harapan Baru di Rumah Besar Wartawan

Selasa, 2 September 2025 | 09:52 WIB

Kemerdekaan Lingkungan, Keselamatan Rakyat

Rabu, 13 Agustus 2025 | 10:15 WIB

Mikroplastik: Ancaman Baru terhadap Kesehatan

Kamis, 7 Agustus 2025 | 09:00 WIB

Pro dan Kontra Identik Perpecahan?

Rabu, 6 Agustus 2025 | 12:05 WIB

Mentalitas Kemerdekaan

Jumat, 18 Juli 2025 | 16:50 WIB

Jabatan sebagai Amanah

Kamis, 19 Juni 2025 | 11:15 WIB
X