Keluarga menjadi seperti perusahaan atau kantor, harus ada timbal-balik secara materi (kehidupan yang sangat kontraktual).
Belum lagi tingkat perceraian di Indonesia yang semakin meningkat.
Dalam sistem perundangan kita juga sudah ada dasar terkait regulasi ketahanan keluarga. Pada UUD 1945 Pasal 28 B disebutkan dalam ayat 1, "Setiap orang berhak membentuk keluarga dan melanjutkan keturunan melalui perkawinan yang sah."
Dan ayat 2, "Setiap anak berhak atas kelangsungan hidup, tumbuh, dan berkembang serta berhak atas perlindungan dari kekerasan dan diskriminasi."
Artinya UUD kita sangat mendukung ketahanan keluarga dan melindungi anak-anak agar dapat tumbuh dan berkembang sesuai fitrahnya.
Mewujudkan ketahanan keluarga sebagai salah satu pilar katahanan masyarakat dan bangsa tidak bisa dibebankan pada kualitas individu dalam memerankan diri di masing-masing keluarganya.
Fungsi religi, edukasi, proteksi, ekonomi, sosialisasi, afeksi, reproduksi dan rekreasi mustahil diwujudkan oleh masing-masing keluarga tanpa peran besar negara.
Baca Juga: Alasan remaja berinteraksi dengan teman sebaya (Peer Group), di antaranya menemukan identitas sosial
Negara diharapkan menyediakan seluruh perangkat dan prasarana agar setiap individu dan setiap keluarga mampu memerankan fungsi-fungsinya secara ideal, tanpa gangguan dan tidak tumpang tindih.
Fungsi ekonomi misalnya, bisa terjalan bila negara menopangnya dengan memberikan pendidikan untuk menjelaskan siapa saja pihak yang bertanggung jawab memenuhi kebutuhan ekonomi keluarga.
Negara juga harus menyediakan program dan sarana pelatihan agar individu terampil bekerja, membuka lapangan kerja, memberi kemudahan permodalan dan pengembangan usaha.
Negara bahkan dituntut menghapus semua praktik kecurangan di dunia usaha.
Karenanya, mengatasi kerapuhan keluarga yang dipicu faktor kemiskinan tidak bisa dilakukan dengan mendorong lebih banyak kaum ibu untuk bekerja.
Justru kebijakan ini akan berlawanan dengan perwujudan fungsi keluarga yang lain yang melibatkan ibu. *