Penguatan keluarga dan peran negara untuk cegah tindak kekerasan dan kejahatan anak

photo author
- Selasa, 19 Juli 2022 | 05:30 WIB
Dr. H. Khamim Zarkasih Putro, M. Si. (Dok Pribadi)
Dr. H. Khamim Zarkasih Putro, M. Si. (Dok Pribadi)

Keluarga menjadi seperti perusahaan atau kantor, harus ada timbal-balik secara materi (kehidupan yang sangat kontraktual).

Baca Juga: Menciptakan Keharmonisan Rumah Tangga Menurut Al-Quran dan Al-Hadits: Diantaranya Berlaku Baik dengan Pasangan

Belum lagi tingkat perceraian di Indonesia yang semakin meningkat.

Dalam sistem perundangan kita juga sudah ada dasar terkait regulasi ketahanan keluarga. Pada UUD 1945 Pasal 28 B disebutkan dalam ayat 1, "Setiap orang berhak membentuk keluarga dan melanjutkan keturunan melalui perkawinan yang sah."

Dan ayat 2, "Setiap anak berhak atas kelangsungan hidup, tumbuh, dan berkembang serta berhak atas perlindungan dari kekerasan dan diskriminasi."

Artinya UUD kita sangat mendukung ketahanan keluarga dan melindungi anak-anak agar dapat tumbuh dan berkembang sesuai fitrahnya.

Mewujudkan ketahanan keluarga sebagai salah satu pilar katahanan masyarakat dan bangsa tidak bisa dibebankan pada kualitas individu dalam memerankan diri di masing-masing keluarganya.

Fungsi religi, edukasi, proteksi, ekonomi, sosialisasi, afeksi, reproduksi dan rekreasi mustahil diwujudkan oleh masing-masing keluarga tanpa peran besar negara.

Baca Juga: Alasan remaja berinteraksi dengan teman sebaya (Peer Group), di antaranya menemukan identitas sosial

Negara diharapkan menyediakan seluruh perangkat dan prasarana agar setiap individu dan setiap keluarga mampu memerankan fungsi-fungsinya secara ideal, tanpa gangguan dan tidak tumpang tindih.

Fungsi ekonomi misalnya, bisa terjalan bila negara menopangnya dengan memberikan pendidikan untuk menjelaskan siapa saja pihak yang bertanggung jawab memenuhi kebutuhan ekonomi keluarga.

Negara juga harus menyediakan program dan sarana pelatihan agar individu terampil bekerja, membuka lapangan kerja, memberi kemudahan permodalan dan pengembangan usaha.

Negara bahkan dituntut menghapus semua praktik kecurangan di dunia usaha.

Karenanya, mengatasi kerapuhan keluarga yang dipicu faktor kemiskinan tidak bisa dilakukan dengan mendorong lebih banyak kaum ibu untuk bekerja.

Justru kebijakan ini akan berlawanan dengan perwujudan fungsi keluarga yang lain yang melibatkan ibu. *

Halaman:
Dilarang mengambil dan/atau menayangkan ulang sebagian atau keseluruhan artikel
di atas untuk konten akun media sosial komersil tanpa seizin redaksi.

Editor: Swasto Dayanto

Tags

Artikel Terkait

Rekomendasi

Terkini

'Ke-Empu-an' perempuan dalam Islam

Minggu, 21 Desember 2025 | 17:00 WIB

Doa-doa mustajab dalam Al-Quran dan Al-Hadits

Sabtu, 20 Desember 2025 | 17:00 WIB

Pesan-pesan Al-Quran tentang menjaga kesehatan jiwa

Jumat, 19 Desember 2025 | 17:00 WIB

Tasamuh dalam beragama

Rabu, 17 Desember 2025 | 17:00 WIB

Keutamaan membaca dan tadabbur Al-Quran

Selasa, 16 Desember 2025 | 17:00 WIB

Manajemen hati untuk raih kebahagiaan sejati

Senin, 15 Desember 2025 | 17:00 WIB

Tujuh kunci masuk ke dalam pintu Surga-Nya

Minggu, 14 Desember 2025 | 17:00 WIB

Peran orang tua dalam pembentukan generasi berkualitas

Sabtu, 13 Desember 2025 | 17:00 WIB

Lima pinsip dasar perlindungan HAM dalam Islam

Kamis, 11 Desember 2025 | 17:00 WIB

Keutamaan berlomba-lomba dalam kebaikan dan ketakwaan

Rabu, 10 Desember 2025 | 17:00 WIB

HAM dalam perspektif Islam

Selasa, 9 Desember 2025 | 17:00 WIB

Membangun keluarga samara dalam Al-Quran dan Sunnah

Sabtu, 6 Desember 2025 | 17:00 WIB

Sepuluh sifat istri shalehah pelancar nafkah suami

Kamis, 4 Desember 2025 | 17:00 WIB

Rahasia keberhasilan dakwah Nabi Muhammad SAW

Sabtu, 29 November 2025 | 17:00 WIB

Sembilan kekhasan dan keunikan masa remaja

Jumat, 28 November 2025 | 17:00 WIB
X