GUBERNUR DIY Sri Sultan Hamengku Buwono X nampak jengkel dengan pengelola persewaan skuter listrik yang mengoperasikan di sepanjang sumbu filosofi.
Selain mengganggu lalu lintas, keberadaan skuter listrik juga dapat membahayakan pengguna jalan.
Bahkan, barangkali saking jengkelnya, Gubernur sampai mengeluarkan ancaman untuk menangkap pengelola skuter listrik yang mengoperasikan barangnya di sepanjang sumbu filosofi.
Baca Juga: Sekjen PDIP Hasto Kristiyanto ajak masyarakat wujudkan kedaulatan pangan, ini programnya
Wajar bila Gubernur DIY geram, karena sudah berulang kali larangan itu disampaikan namun tetap saja dilanggar oleh pengelola. Mereka kucing-kucingan dengan petugas.
Gubernur melarang operasional skuter listrik beroperasi di sepanjang sumbu filosofi, yakni dari Tugu hingga Titik Nol Km tentu ada dasarnya, bukan asal-asalan.
Sultan telah menerbitkan Surat Edaran Gubernur DIY No 551/461 yang berisi larangan kendaraan tertentu dengan penggerak listrik berada di kawasan sumbu filosofi (Jalan Margo Utomo, Malioboro, hingga Margo Mulyo).
Baca Juga: Heboh skuter listrik, siapa yang salah, pengelola atau pengunjung ?
Inilah yang mestinya bisa menjadi dasar untuk melarang skuter listrik beroperasi. SE tersebut bisa saja di-breakdown dengan mengeluarkan aturan yang lebih detil, misalnya melaui Perwal Kota Yogya maupun Perda Kota.
Meski begitu, tanpa dua aturan yang disebut terakhir itu pun, SE Gubernur DIY tetap memiliki kekuatan berlaku sehingga harus ditaati.
Adakah kesengajaan pengelola skuter listrik ngeyel ? Inilah yang harus dilacak. Bila ada unsur kesengajaan, tentu sanksinya lebih keras, tak cukup hanya diperingatkan. Bahkan, kalau perlu diikuti penyitaan sementara demi tegaknya aturan.
Baca Juga: Muncul lagi zona merah Covid-19 di Kota Balikpapan Kaltim, ini daerah lainnya
Kalau Gubernur sampai menggunakan istilah 'menangkap' bagi pengelola skuter listrik yang ngeyel, berarti perilaku mereka sudah kebangetan.
Idealnya, memang tidak perlu sampai menangkap, melainkan ditertibkan. Tapi kalau ngeyel dan terkesan 'menantang', ya apa boleh, aturan harus ditegakkan. (Hudono)