Mencegah Kekerasan Seksual di Pesantren, Ini Aturannya

photo author
- Senin, 4 Juli 2022 | 12:24 WIB
ilustrasi (dok harian merapi)
ilustrasi (dok harian merapi)

INGAT kasus Herry Wirawan? Dialah pelaku pemerkosaan 13 santriwati di Bandung. Pengadilan Tinggi Bandung memvonisnya dengan hukuman mati atas kejahatannya.

Kasus ini pun menjadi sangat fenomenal dan menjadi bahan kajian bagi pengambil kebijakan di lembaga pendidikan keagamaan.

Mengapa sampai divonis mati ? Karena tindakan Herry masuk kategori kejahatan luar biasa. Meskipun demikian, Komnas HAM tidak setuju dengan penerapan hukuman mati. Alasannya, hak hidup tidak dapat dikurangi sedikitpun dalam kondisi apapun.

Baca Juga: Perjuangan Pasien Melawan Kanker Payudara, Begini Cerita Prof Zubairi Djoerban

Kita tak hendak membahas masalah hukuman mati, melainkan dampak dari perbuatan Herry Wirawan.

Ternyata kasus kekerasan seksual di lembaga pendidikan keagamaan atau pesantren tak hanya terjadi di Bandung, tapi juga daerah lainnya. Pelakunya adalah oknum pengajar, atau orang yang diberi tanggung jawab untuk mendidik anak-anak.

Berkaitan banyaknya kasus kekerasan seksual di lembaga pendidikan keagamaan itulah Kementerian Agama (Kemenag) kini sedang menyusun Peraturan Menteri Agama (PMA) tentang Pencegahan dan Penanggulangan Kekerasan Seksual di Lembaga Pendidikan Keagamaan. Kini sudah pada tahap harmonisasi antarkementerian/instansi lain.

Baca Juga: Realisasi Anggaran Penanganan Covid-19 dan Pemulihan Ekonomi Nasional , Ini Angkanya

Sehubungan dengan itu kiranya perlu diingatkan bahwa Indonesia telah memiliki aturan tentang masalah tersebut, yakni UU tentang Tindak Pidana Kekerasan Seksual (UU TPKS) yang baru disahkan April lalu. Artinya, PMA yang akan diterbitkan nanti harus sejalan atau tidak bertentangan dengan UU TPKS. Atau boleh dikatakan PMA tersebut sebagai peraturan turunan dari UU TPKS.

Hal yang menarik dan perlu mendapat perhatian serius adalah ketentuan soal kekerasan seksual tak boleh diselesaikan melalui mekanisme restorative justice.

Istilah ini sedang populer karena menitikberatkan pada terciptanya kondisi keadilan dan keseimbangan pelaku dan korban, sehingga memungkinkan penyelesaian di luar hukum.

Baca Juga: Penembakan Brutal di Mal Kopenhagen Tewaskan dan Lukai Beberapa Pengunjung, Ini Kronologinya

Nah, ini yang tidak boleh. Penyelesaian kasus kekerasan seksual di lembaga pendidikan keagamaan tak boleh diselesaikan secara musyawarah kekeluargaan, melainkan harus melalui proses hukum di pengadilan. Ini bertujuan untuk menghindari permainan uang sekaligus juga untuk memberi efek jera pada pelaku.

Apalagi, berdasar pengalaman, banyak kasus kekerasan seksual di lembaga pendidikan keagamaan yang diselesaikan secara internal. Kasusnya dianggap sebagai ranah rumah tangga lembaga pendidikan. Anggapan ini jelas salah besar.

Halaman:
Dilarang mengambil dan/atau menayangkan ulang sebagian atau keseluruhan artikel
di atas untuk konten akun media sosial komersil tanpa seizin redaksi.

Editor: Hudono

Tags

Artikel Terkait

Rekomendasi

Terkini

'Ke-Empu-an' perempuan dalam Islam

Minggu, 21 Desember 2025 | 17:00 WIB

Perlu penertiban pengamen di Jogja 

Minggu, 21 Desember 2025 | 09:00 WIB

Begini jadinya bila klitih melawan warga

Minggu, 21 Desember 2025 | 08:30 WIB

Juragan ikan ketipu perempuan, begini modusnya

Minggu, 21 Desember 2025 | 08:00 WIB

Doa-doa mustajab dalam Al-Quran dan Al-Hadits

Sabtu, 20 Desember 2025 | 17:00 WIB

Pesan-pesan Al-Quran tentang menjaga kesehatan jiwa

Jumat, 19 Desember 2025 | 17:00 WIB

Tasamuh dalam beragama

Rabu, 17 Desember 2025 | 17:00 WIB

Keutamaan membaca dan tadabbur Al-Quran

Selasa, 16 Desember 2025 | 17:00 WIB

Manajemen hati untuk raih kebahagiaan sejati

Senin, 15 Desember 2025 | 17:00 WIB

Tujuh kunci masuk ke dalam pintu Surga-Nya

Minggu, 14 Desember 2025 | 17:00 WIB

Ngeri, pekerja tewas di septic tank, ini gara-garanya

Minggu, 14 Desember 2025 | 09:00 WIB

Pak Bhabin kok urusi kawin cerai

Minggu, 14 Desember 2025 | 08:30 WIB

Peran orang tua dalam pembentukan generasi berkualitas

Sabtu, 13 Desember 2025 | 17:00 WIB

Waspadai bukti transfer palsu

Jumat, 12 Desember 2025 | 12:30 WIB
X