harianmerapi.com - Musibah merupakan kejadian yang datang atas ketentuan Allah SWT dan tidak bisa ditolak oleh siapapun.
Upaya untuk menghindari musibah tidak hanya melakukan pencegahan saja, seperti mencegah datangnya penyakit, tetapi juga pada tingkat penanggulangannya.
Pandemi Covid-19 yang menimpa manusia di seluruh penjuru dunia misalnya, kita harus segera mencari solusi terbaiknya.
Musibah tidah membedakan sasaran yang dikenainya, dapat menimpa manusia yang shaleh atau manusia yang biasa berbuat maksiat.
Jika orang shaleh mendapatkan musibah, maka dipandang sebagai penguji keimanan (cobaan), sebagaimana firman-Nya:
“Apakah manusia itu mengira bahwa mereka dibiarkan (saja) mengatakan: Kami telah beriman, sedang mereka tidak diuji lagi ? Dan sesungguhnya Kami telah menguji orang-orang yang sebelum mereka, maka sesungguhnya Allah mengetahui orang-orang yang benar dan sesungguhnya Dia mengetahui orang-orang yang dusta”. (QS. Al-Ankabut:2-3).
Sedangkan jika musibah menimpa orang yang biasa berbuat maksiat, maka diartikan sebagai siksaan atau pembalasan terhadap perbuatannya.
Firman Allah SWT : “Maka apakah mereka tidak mengadakan perjalanan di muka bumi sehingga mereka dapat memperhatikan bagaimana kesudahan orang-orang yang sebelum mereka..” (QS. Muhammad, 47:10).
Islam telah memberikan tuntutan bagaimana seharusnya sikap seorang muslim mengahadapi musibah yang menimpanya;
Pertama, mengucapkan kalimat istirja, yaitu kalimat inna lillahi wa inna ilaihi raji’un (sesungguhnya kami semua adalah milik Allah dan kepada-Nya-lah kami akan kembali) sebagaimana firman-Nya :
“(yaitu) orang-orang yang apabila ditimpa musibah, mereka mengucapkan: Innaa lillahi wa innaa ilaihi raajiuun.” (QS. Al- Baqarah, 2:156).
Di dalam ayat ini Allah SWT memerintahkan kepada Nabi Muhammad SAW supaya memberi kabar gembira kepada orang-orang yang sabar.
Apabila mereka ditimpa sesuatu musibah mereka mengucapkan: “inna lillahi wa inna ilaihi raji’un (sesungguhnya kami semua adalah milik Allah dan kepada-Nya-lah kami akan kembali)”.