“Barangsiapa yang beriman kepada Allah dan hari Akhir maka hendaklah ia berkata yang baik atau hendaklah ia diam”. (HR. Bukhari)
Kedua, berhentilah menutupi kebohongan dengan kebohongan yang baru.
Terkadang seseorang itu berbohong dengan tujuan untuk menunjukkan dirinya lebih hebat dari orang lain atau untuk menutupi kebohongan yang pernah diperbuat.
Untuk menutupi kebohongan yang telah dilakukan, maka akan melakukan kebohongan yang leboh biesar lagi.
Baca Juga: Empat Kunci Masuk Surga
Jika seseorang telah menyadari akan bahaya yang akan timbul akibat kebohongan yang dilakukan maka orang itu akan bersegera untik meninggalkan kebiasaan berbohong dan berlatih hidup penuh kejujuran.
Ketiga, belajarlah untuk membedakan antara harus tahu dengan ingin mengatakan kepada orang lain.
Seseorang memiliki informasi yang banyak merupakan sesuatu yang baik.
Yang tidak baik adalah ketika orang itu melampiaskan naluri dirinya yang ingin selalu menyempaikan apa saja yang diketahui kepada orang lain.
Kadang seseorang baru merasa eksistensinya diakui kalau dapat menyampaikan informasi yang sebanyak-banyaknya.
Padahal ketidakmampuan seseorang untuk menahan diri agar tidak menyampaikan sesuatu kepada orang lain merupakan sesuatu yang harus dilatihkan setiap saat.
Keempat, obyektiflah dalam menilai diri sendiri. Subyektiitas merupakan sesuatu yang eajar dimiliki seseorang, termasuk dalam hal menilai diri sendiri.
Namanya saja menilai diri, pasti subyektivitas sangat dominan.
Baca Juga: Sepuluh Janji Allah Kepada Umat-Nya, Salah Satunya Pahala yang Sempurna Bagi Orang-orang yang Sabar
Di sinilah perlunya seseorang untuk belajar mencandra diri secara obyaktif; kelebihan berikut kelemahannya.
Kemampaun menilai diri secara obyektif akan membuat seseorang memiliki kemampuan untuk belajar memahami kelemahan dan kekurangan diri yang ada untuk kemudian diarahkan untuk peningkatan dan pengoptimalisasian segenap potensi diri.