harianmerapi.com - Bagi orang-orang yang beriman, kehidupan yang berkeseimbangan dan capaian keridhaan Allah SWT adalah sumber dari segala sumber dari kebahagiaan hidup di dunia dan akhirat.
Firman Allah SWT : “Dan carilah pada apa yang telah dianugerahkan Allah kepadamu (kebahagiaan) negeri akhirat, dan janganlah kamu melupakan bahagianmu dari
(kenikmatan) duniawi dan berbuat baiklah (kepada orang lain) sebagaimana Allah telah berbuat baik kepadamu, dan janganlah kamu berbuat kerusakan di (muka) bumi.
Sesunguhnya Allah tidak menyukai orang-orang yang berbuat kerusakan”. (QS Al-Qasas, 28:77).
Dunia adalah ladang tempat bertanam, dan hasil yang dinikmatinya di dunia adalah sebagian kecil saja dari hasil yang sesungguhnya akan diperolehnya.
Baca Juga: Pemimpin yang Zalim 43: Menghubungkan Kematian Calon Istri dengan Keberadaan Perempuan Misterius
Bagian yang terbesar justru akan dinikmatinya kelak di akhirat yang penuh dengan kebahagiaan dan keabadian.
Islam memandang bahwa kehidupan itu bukan hanya di dunia ini saja, tetapi berkelanjutan sampai kehidupan di akhirat.
Hidup di dunia merupakan masa bakti yang penuh dengan perjuangan dan pengorbanan, dan kehidupan paska kematian (kehidupan di akhirat) erat sekali hubungannya dengan kualitas hidup di dunia fana sekarang ini.
Apa yang dipetik di akhirat adalah hasil dari tanaman di dunia. Amal baik akan dibalasi dengan kebaikan dan kenyamanan, demikian juga amal buruk akan dibalasi dengan keburukan dan derita tiada akhir.
Firman Allah SWT : ”Barangsiapa yang mengerjakan kebaikan seberat dzarrahpun, niscara dia akan melihat (balasannya)nya. Dan barangsiapa yang mengerjakan kejahatan sebesar dzarrahpun, niscaya dia akan melihat (balasan)-nya pula”. (QS Al-Zalzalah, 99 : 7-8).
Pemenuhan kehidupan dunia sebatas keperluan untuk mengabdikan diri kepada-Nya.
Oleh karena itu, setiap usaha yan dilakukan dalam kehidupan di dunia, haruslah senantiasa disesuaikan dengan hukum dan ketentuan-ketentuan yang telah digariskan oleh-Nya.
Sebagai hamba Allah, manusia harus pandai menempatkan dirinya sebagai pengabdi dengan sungguh-sungguh dan penuh dengan keikhlasan.
Kemampuan ini tergambar dari pola sikap dan perilakunya, yakni apakah manusia sanggup menjalankan kehidupan secara seimbang antara pemenuhan kehidupan dunianya dan persiapan hidup kekal di akhiratnya yang penuh dengan keabadian?
Peran ini erat kaitannya dengan ridha Allah SWT, dalam arti apapun aktivitas manusia dalam hubungan antar manusia maupun antar sesama makhluk Allah harus atas dasar keridhaan-Nya.