harianmerapi.com - Kesabaran sangat penting guna mencapai ketenteraman batin. Sabar diperlukan dalam menghadapi berbagai cobaan serta hal-hal yang tidak menyenangkan.
Sabar berarti menahan diri dari sesuatu yang membebani dalam hidup seseorang, baik berupa cobaan, kesusahan, kelaparan, wabah penyakit yang menyebar, dan sebagainya.
Firman Allah SWT : “Dan sungguh akan Kami berikan cobaan kepadamu, dengan sedikit ketakutan, kelaparan, kekurangan harta, jiwa dan buah-buahan. Dan berikanlah berita gembira kepada orang-orang yang sabar; (yaitu) orang-orang yang apabila ditimpa musibah, mereka mengucapkan :’Inna lillahi wa inna ilaihi raaj’un”. (QS Al-Baqarah, 2 :155-156).
Untuk memperoleh sifat sabar itu diperlukan latihan dan pembiasaan serta didukung kuatnya permohonan kepada Allah SWT, sehingga akan diraih sabrun jamilun (kesabaran yang sempurna).
Sabrun jamilun itu meliputi tiga ranah kehidupan manusia; yaitu hati (afeksi), akal (kognisi), dan anggota badan (psikomotor).
Hati akan merespon segala sesuatu yang dialamnya dengan keridhaannya, akal menerima dengan pikiran positifnya, dan anggota badan dengan tidak melakukan kedzaliman atau ucapan yang menentang kehendak-Nya.
Seseorang yang terkena musibah, baik sabar ataupun tidak, tetaplah terluka dan merasakan kesakitan di sekujur tubuhnya.
Namun ada perbedaan nilai pada orang yang sabar dengan yang tidak sabar, yaitu kebersamaan Allah SWT terhadap orang-orang yang sabar dan memberiya pahala yang sangat besar.
Baca Juga: Pengembaraan Spiritual Sultan Agung 6: Lebih Baik Bersaudara, Maka Banten Batal Menyerang Mataram
Firman Allah SWT : “Orang-orang yang berbuat baik di dunia ini memperoleh kebaikan. Dan bumi Allah itu adalah luas. Sesungguhnya hanya orang-orang yang bersabarlah yang dicukupkan pahala mereka tanpa batas. (QS Az-Zumar, 39 : 10).
Hikmah yang bisa diambil dengan adanya berbagai cobaan sebagaimana dirasakan saat ini adalah untuk membedakan antara orang yang benar-benar beriman dan orang yang dusta dalam pengakuannya terhadap takdir dan iradah-Nya, sebagaimana firman-Nya:
“Apakah manusia itu mengira bahwa mereka dibiarkan (saja) mengatakan: "Kami telah beriman", sedang mereka tidak diuji lagi? Dan sesungguhnya kami telah menguji orang-orang yang sebelum mereka, maka sesungguhnya Allah mengetahui orang-orang yang benar dan sesungguhnya Dia mengetahui orang-orang yang dusta.” (QS. Al-Ankabut, 29 : 2-3).
Dengan adanya cobaan, maka seseorang akan mengetahui tentang dirinya dan hakikat keimanannya. Dengan adanya cobaan, maka seseorang akan mengetahui tentang dirinya dan hakikat keimanannya.
Seseorang tidak bisa mengaku telah benar-benar beriman kepada Allah, sebelum datang ujian kepada dirinya dan ia pun mampu untuk bertahan dengan kesabaran yang sempurna.