harianmerapi.com - Akhirnya Prajurit Mataram yang menghadapi pasukan Pajang dari Bang Wetan tiba di arena sebelah barat kota raja, peperangan terjadi begitu ramainya.
Adipati Pajang dan Ngabehi Tambakbaya menyerang beberapa prajurit Mataram yang mengepungnya dengan gagah berani.
Tombak senjata andalan Ngabehi Tambakbaya banyak memakan korban satu per satu prajurit Mataram gagur terkena senjatanya.
Namun prajurit Mataram ini bagai banjir bandang terus berdatangan silih berganti mengepung dan menyerang Ngabehi Tambakbaya yang sombong itu.
Seorang lurah prajurit yang bersenjatakan tombak bertangkai panjang datang menyerang. Begitu cepatnya serangan tadi, hampir saja ujung tombak itu merobek pinggangnya sebelah kiri.
Untung dengan perisainya Ngabehi bisa melindungi diri. Namun tangkai tombak itu terus didorongnya dengan kekuatan penuh sehingga Ngabehi Tambakbaya terjatuh dari punggung kudanya.
Ternyata Ngabehi memang orang yang sakti. Meski terjatuh dari punggung kuda dan langsung dihujani berbagai senjata tak sedikitpun kulitnya terluka.
Bahkan kemudian dia mengamuk sejadi-jadinya hingga banyak korban tewas. Kendatipun begitu prajurit Mataram tadi seperti tidak habis-habisnya datang silih berganti
sehingga Ngabehi Tambakbaya yang merasa semakin kehabisan tenaga itu mundur, menyusup di antara prajurit Kadipaten Pajang yang masih melawan.
"Huh, semprul tenan!" maki Ngabehi Tambakbaya. Ketika dia melongok jauh ke belakang pasukan Mataram,
ternyata Pangeran Mandurorejo tidak menghabisi prajurit Mataram melainkan dia benar-benar menjadi Senopati Perang. Bararti Mandurorejo ingkar janji, gawat ini.
"Kanjeng Adipati, sebaiknya kita mundur saja. Mandurorejo ingkar janji, kita bakalan hancur jika terus melawan!" katanya kepada Adipati Pajang.
Sang Adipatipun menyetujuinya, mereka bergerak mundur sambil memberikan tanda-tanda agar pasukannya bercerai berai mencari keselamatan diri sendiri.