Allah SWT berfirman "Dan bahwasanya seorang manusia tiada memperoleh selain apa yang telah diusahakannya. Dan bahwasanya usaha itu kelak akan diperlihatkan (kepadanya). Kemudian akan diberi balasan kepadanya dengan balasan yang paling sempurna" (QS- An-Naim: 39-41).
Dari firman ini, urusan THR bukanlah urusan duniawi semata, melainkan berlanjut ketika di hari akhir nanti segala amal diperlihatkan dan ditimbang. Tanggung jawab, konsistensi, ataukah kelalaian, maka semuanya pasti dibalas dengan keadilan yang sempurna.
THR sangatlah bermakna bagi mereka yang sedang berada dalam kesulitan finansial. Kenaikan harga berbagai bahan pokok, seperti: sembako, BBM, dan pengeluaran lain, saat ini sedang dialami sebagian besar rakyat lapis menengah dan bawah.
Baca Juga: Vaksinasi Booster Jadi Syarat Mudik Lebaran 2022, Pemerintah Siapkan Layanan Vaksin di Posko Mudik
Pemberian THR tidaklah tepat dikategorikan sebagai rezeki nomplok, ataupun hadiah, melainkan layak dipandang sebagai rezeki bagi yang berhak menerimanya.
Pencairan THR sebagai rezeki terencanakan dan terkelola secara rasional, menjadi bukti nilai lebih dari kebenaran firman Allah SWT, bahwa ada rezeki yang tercurahkan sebagai hasil usaha, dan ada pula rezeki yang tercurahkan secara transcendental karena kasih-sayang-Nya
"Barang siapa bertakwa kepada Allah niscaya Dia akan mengadakan baginya jalan keluar. Dan memberinya rezeki dari arah yang tiada disangka-sangkanya. Dan barang siapa yang bertawakal kepada Allah niscaya Allah akan mencukupkan (keperluan)-nya. Sesungguhnya Allah melaksanakan urusan yang (dikehendaki)-Nya. Sesungguhnya Allah telah mengadakan ketentuan bagi tiap-tiap sesuatu” (QS-Ath-Thalaq: 2-3).
Mengaktualisasikan makna THR dalam konteks sosial-kegamaan, sekaligus sebagai upaya meraih derajat mutaqin, kiranya penting dan perlu menjadi perhatian setiap orang. Semoga THR menjadi ladang amal ibadah yang diridhai Allah SWT.
*)Prof Dr Sudjito SH Msi, Guru Besar Ilmu Hukum UGM