harianmerapi.com - Kecerdasan emosional diperkenalkan pertama kali oleh Peter Salovey dari Harvard University dan John Mayer dari University of New Hampshire.
Istilah ini kemudian menjadi sangat terkenal di seluruh dunia semenjak seorang psikologi New York bernama Daniel Goleman menerbitkan bukunya yang berjudul Emotional Intelegence: Why It Can Matter More Than IQ pada tahun 1995.
Kecerdasan emosional merupakan suatu kemampuan memahami perasaan yang muncul dalam diri, kemudian mengatur perasaan atau emosi tersebut menjadi sebuah tindakan untuk mengambil keputusan yang tepat dalam hidup.
Baca Juga: Rumahku Bukan Surgaku 23: Kemarahan Suami Mendengar Pengakuan Istri Telah Hamil Duluan
Kecerdasan emosi dapat menempatkan emosi seseorang pada porsi yang tepat, memilah kepuasan dan mengatur suasana hati. Koordinasi suasa hati inilah inti dari hubungan sosial yang baik pada seorang anak dalam situasi belajarnya.
Berikut merupakan aspek-aspek kecerdasan emosional anak yang harus dikembangkan secara maksimal.
Pertama, kemampuan mengenal emosi diri. Kemampuan mengenali diri sendiri merupakan kemampuan dasar dari kecerdasan emosional.
Kemampuan ini mempunyai peran untuk memantau perasaan dari waktu ke waktu. Juga berfungsi untuk mencermati perasaan-perasaan yang muncul.
Baca Juga: Horor Meja 103 Laborat Komputer, Ada Mahasiswa Meninggal Tak Wajar
Adanya komponen ini, mengindikasikan anak berada dalam kekuasaan emosi manakala ia tidak memiliki kemampuan untuk memiliki perasaan yang sesungguhnya.
Seorang anak wajib tetap membina kestabilan emosinya menuju perkembangannya lebih lanjut sejalan dengan pertambahan umurnya.
Kedua, kemampuan mengelola emosi diri. Kemampuan mengelola emosi diri meliputi kemampuan menguasai diri, termasuk menghibur dirinya sendiri, melepaskan kecemasan, kemurungan atau ketersinggungan, dan akibat-akibat yang timbul karena kegagalan dalam mengelola keterampilan dasar emosi.
Baca Juga: Tiga Saudara Bernama Desy Ratnasari dan Pengin Cucu Laki-laki untuk Diajak Ngarit
Anak yang terampil mengelola emosinya akan mampu menenangkan kembali kekacauan-kekacauan yang dialaminya sehingga ia dapat bangkit kembali. Sedangkan orang-orang yang buruk kemampuannya dalam keterampilan ini akan terus menerus bertarung melawan perasaan murung.
Sementara mereka yang pintar dapat bangkit kembali dengan jauh lebih cepat dari kemerosotan dan kejatuhan dalam kehidupan.
Ketiga, memotivasi diri sendiri. Menurul Daniel Goleman dalam bukunya yang berjudul Emotional Intelegence, kemampuan dasar memotivasi diri sendiri meliputi berbagai
segi, yaitu pengendalian dorongan hati, kekuatan berfikir positif, dan optimis.
Menata emosi sebagai alat untuk mencapai tujuan adalah hal yang sangat penting untuk memberi perhatian, memotivasi diri sendiri, menguasai diri sendiri, dan berkreasi. Orang-orang yang memiliki keterampilan ini cenderung lebih produktif dan efektif dalam hal apapun yang mereka kerjakan.