SEORANG kakek, Sudi (71), warga Bantul sudah tergolong uzur. Bahkan untuk berdiri tegak saja sulit, tapi anehnya masih saja berulah berbuat maksiat. Sulit membayangkan, lelaki renta itu mencabuli tetangganya sendiri, sebut saja Kencur (12), yang masih duduk di bangku SD.
Setidaknya pencabulan itu dilakukan Sudi dua kali, di dalam mobil pickup dan teras rumah. Atas perbuatannya itulah Pengadilan Negeri Bantul mengganjar Sudi dengan hukuman delapan tahun penjara dan denda Rp 100 juta subsider 6 bulan kurungan.
Vonis yang dijatuhkan sama persis dengan tuntutan jaksa. Majelis hakim tentu sudah mempertimbangkan berbagai faktor, baik yang memberatkan maupun meringankan, sebelum menjatuhkan putusan.
Baca Juga: Mencari Rumput di Malam Jumat Kliwon, Ketemu Wewe Cantik di Tempuran Sungai
Bila hukuman tersebut dijalani secara full, maka Sudi akan keluar dari penjara pada usia 79 tahun, usia yang bukan saja sangat matang, tapi sudah sangat uzur. Namun bila ada remisi atau pengurangan hukuman kerena dinilai berperilaku baik, Sudi akan lebih cepat keluar dari penjara.
Apakah dengan menjalani hukuman, perilaku Sudi menjadi berubah ? Jawabnya belum tentu. Bagi orang kebanyakan, usia 71 tahun adalah saat untuk bersiap menuju kehidupan abadi, sehingga harus mempersiapkan bekal yang cukup.
Entahlah, apa yang dilakukan Sudi justru kebalikannya. Ia melakukan kejahatan justru di usia senja. Lebih tragis lagi, korbannya adalah anak-anak yang notabene generasi penerus. Sudi memang telah dijatuhi hukuman oleh hakim. Tapi, bagaimana dengan nasib Kencur yang menjadi korban pencabulan Sudi ?
Baca Juga: Tak Sengaja Masuk Toko Tak Dikunci Saat Berteduh, Nemu HP Senilai Rp 21 Juta, Pria Ini Masuk Penjara
Agaknya hukum tidak menjangkau sampai ke arah itu. Padahal, seperti kita tahu, hukuman terhadap pelaku, sama sekali tidak bisa merehabilitasi korban. Inilah sesungguhnya tugas negara untuk menyelamatkan masa depan anak-anak.
Jangan sampai mereka yang sudah menjadi korban kejahatan, masih harus menanggung beban hidup. Dinas Sosial tempat korban tinggal seharusnya turun tangan langsung untuk membantu korban memulihkan kepercayaan diri.
Bukan saja membantu secara ekonomi, tapi juga sosial dan psikologis. Negara melalui aparaturnya harus melakukan pendampingan terhadap anak korban pencabulan. Jangan sampai ibarat sudah jatuh masih tertimpa tangga. (Hudono)