harianmerapi.com - Menghidupkan lahan yang mati atau pemanfaatan lahan kosong untuk dikelola menjadi usaha produktif bagi manusia merupakan salah satu syariat Islam.
Syariat Islam mengajarkan pemanfaatan lahan kosong. Rasulullah memberikan contoh dalam pemanfaatan lahan kosong tersebut. Dan setiap muslim untuk mengelola tanah dengan sebaik-baiknya.
Pengelolaan tanah yang baik ini berkaitan dengan persoalan hajat hidup manusia dalam memanfaatkan sumber daya yang diharapkan dapat untuk meningkatkan kesejahteraan. Baik kesejahteraan diri maupun orang lain.
Nabi bersabda: "Bagi yang memakmurkan sebidang tanah yang bukan menjadi milik seseorang maka dialah yang berhak terhadap tanah tersebut,".
Hadist tersebut menjadi dalil pemilikan tanah bagi seorang muslim. Pengelolaan itu haruslah dimanfaatkan bagi hidupnya serta produktif.
Fachruddin M Mangunjaya dalam buku Konservasi Alam dalam Islam, terbitan Yayasan Obor Indonesia, 2005 menyampaikan bahwa menghidupkan tanah yang mati (ihya a-mawat) merupakan salah satu khasanah hukum Islam yang juga dijumpai dalam syariat.
Al-Mawat artinya tanah yang belum dikelola sehingga belum produktif bagi manusia. Sedangkan kata al-ihya artinya hidup atau menghidupkan.
Baca Juga: Rasullullah Menetapkan Kawasan Konservasi, Bersabda Ketika Naik Gunung Al-Naqi'
Arti harfiah dari ihya al-mawat adalah usaha mengelola lahan yang masih belum bemanfaat menjadi berguna bagi manusia.
Rasulullah SAW selaku kepala negara (imam) menetapkan hal itu sebagai contoh agar umat berminat memanfaatkan lahan yang terlantar menjadi berguna.
Namun ketentuan penggarapan tanah tersebut menurut jumhur ulama tidak berlaku bagi tanah yang telah miliki orang lain.
Atau kawasan-kawasan yang apabila digarap akan mengganggu kemaslahatan umum, misalnya lembah atau lereng yang mengakibatkan tanah longsor atau Daerah Aliran Sungai (DAS) yang dapat mengakibatkan berubahnya aliran air.