TIDAK semua orang dengan gangguan jiwa (ODGJ) terbebas dari jeratan hukum ketika melakukan tindak pidana. Tentu ini tergantung kadar gangguannya, apakah saat melakukan tindak pidana yang bersangkutan masih memiliki kesadaran atau tidak sama sekali.
Barangkali kalau tidak sama sekali, alias benar-benar gila, barulah diterapkan Pasal 44 KUHP yakni perbuatannya tak dapat dipertanggungjawabkan di depan hukum. Sebaliknya, bila masih ada kesadaran, meski tidak utuh, dapat dimintai pertanggungjawaban hukum.
Baca Juga: Kontak Tembak TNI dengan KKB di Kiwirok, Pratu Ida Bagus Putu Gugur
Beberapa hari lalu Pengadilan Negeri Bantul memvonis ODGJ Teguh Prihatin (48) 1,5 tahun penjara karena terbukti melakukan percobaan perkosaan terhadap seorang gadis di Bantul.
Awalnya, sebagaimana terungkap dalam persidangan, Teguh merasa terangsang melihat korban tiduran dengan memakai celana pendek di kamarnya. Dari situlah kemudian terdakwa langsung menindih korban, namun korban berontak dan bisa melepaskan diri.
Meski gagal memperkosa korbannya, Teguh tetap dijerat dengan pasal perkosaan, yakni Pasal 285 KUHP jo Pasal 53 ayat (1) KUHP tentang percobaan pidana. Pasal perkosaan ini mengancam pelaku dengan hukuman maksimal 12 tahun penjara.
Baca Juga: Mengenal Alzheimer, Gejala, Faktor Risiko dan Deteksi Dini
Namun karena Teguh gagal melakukan perkosaan, dan kegagalannya bukan karena kemauan sendiri, melainkan karena korban melawan, maka hukuman maksimal yang dapat dijatuhkan dikurangkan sepertiganya. Sepertiga dari 12 tahun adalah 4 tahun.
Hakim menjatuhkan hukuman kepada Teguh 1,5 tahun tentu dengan berbagai pertimbangan, baik yang memberatkan maupun meringankan.
Memang hukuman ini tidak maksimal, bahkan tidak sampai sepertiganya. Tapi karena yang diatur adalah hukuman maksimal, maka pidana yang dijatuhkan bisa kurang dari itu.
Putusan ini tentu sangat fenomenal karena ODGJ pun dapat dijatuhi pidana. Sebab, ODGJ tidak selalu bermakna gila, bisa saja setengah gila, seperempat gila atau kurang dari itu.
Baca Juga: Mertua SBY Hj Sunarti Sri Hadiyah Dimakamkan di Samping Makam Suaminya, Sarwo Edhie Wibowo
Untuk menentukannya tentu menjadi kewenangan ahli yang biasanya dihadirkan di persidangan. Setelah mendengarkan ahli, barulah hakim menentukan hukuman yang tepat dijatuhkan kepada terdakwa.
Teguh tidaklah benar-benar gila karena dia masih menyadari perbuatannya, sehingga bisa dimintai keterangan di pengadilan. Dari situlah dapat disimpulkan bahwa tindakannya dapat dipertanggungjawabkan di depan hukum.