opini

Catatan Hendry Ch Bangun: Setelah kompeten, apa?

Selasa, 24 Januari 2023 | 11:00 WIB
Hendry Ch Bangun (Dok pribadi)

Media yang bermodal sedikit, persaingan ketat, mencari jalan keluar dengan judul sensasional agar mereka mendapat perhatian dari khalayak dst dst yang pada gilirannya memperoleh pendapatan yang memadai. Bagaimana kalau diadukan masyarakat atau ditegur Dewan Pers? Mereka ini pasrah saja, mengaku salah, meminta maaf, tapi lalu melakukannya lagi agar survive.

Media yang didirikan memang untuk menjadi lahan pekerjaan, artinya mencari uang sebesar-besarnya, sudah tidak peduli dengan kode etik. Palugada, apa lu mau gua ada. Mereka tidak mengelola media sebagaimana yang dilakukan perusahaan pers pada umumnya, tetapi menyediakan diri untuk kepentingan mereka yang mau bayar. Kolom mereka tergantung pada pemesannya.

Baca Juga: Dibuka hari ini! Pendaftaran pengawas Pemilu atau PKD di 29 desa dan kelurahan di Purworejo diperpanjang

Maka kita tinggal berharap pada media yang dikelola secara profesional, sesuai dengan prinsip dan nilai-nilai jurnalisme yang berlaku universal. Perusahaan pers beda dengan bidang bisnis lain karena dia harus menjunjung tinggi etika, tidak boleh curang, tidak boleh merugikan, dan bekerja semata-mata untuk kepentingan publik dan jujur.

Berapa banyak media yang masuk kategori ini? Masih banyak dan tersebar di berbagai daerah. Dari media inilah kita berharap muncul karya jurnalistik bermutu karena wartawannya sungguh-sungguh menerapkan profesionalisme saat melakukan tugas jurnalistiknya.
Tetapi kalau kita mau jujur, jumlahnya kalah banyak dengan mereka yang tidak profesional tadi. Selain dari produk jurnalistik di medianya, salah satu alat ukur profesionalisme adalah perilaku mereka di lapangan.

Apakah saat meliput, menghadiri acara, mewawancarai narasumber mereka semata-mata menggali informasi, mendapatkan data, atau ada misi lain? Bagaimana mereka menempatkan diri ketika berhadapan dengan narasumber siapapun dia? Bagaimana sikapnya mereka menghadapi undangan perjalanan yang memberikan kemewahan?


***

Di perusahaan ada nilai-nilai sebagai landasan etik dan operasional, apakah itu corporate values kalau perusahaan media itu berada di suatu grup besar ataupun nilai-nilai media itu sendiri. Dia menjadi pegangan wartawan dan karena berbentuk peraturan perusahaan, juga harus ditaati karena apabila dilanggar dapat berujung pada sanksi. Tidak sedikit wartawan yang tidak tahan menjalankannya, akhirnya memilih keluar.

Jadi, peran perusahaan pers sangat besar dalam menentukan kiprah seorang wartawan. Ikut membentuk sosok wartawan. Oleh karena itu masyarakat sering mengatakan, perilaku wartawan di lapangan tercermin dari medianya. Kalau medianya teguh pada jurnalisme, tentu wartawannya akan setia pada idealisme itu. Kalau medianya punya hobi jual beli berita, tentu saja wartawannya pun begitu.

Baca Juga: Pendaftaran pengawas pemilu kelurahan/desa (PKD) di 29 desa di Purworejo diperpanjang, ini dia daftar desanya!

Maka untuk meningkatkan profesionalisme wartawan khususnya yang sudah memiliki sertifikat kompetensi, perhatian pemerintah, Dewan Pers, atas perusahaan pers menjadi penting.

Ada tujuh organisasi perusahaan pers yang kini menjadi konstituen Dewan pers yakni Serikat Perusahaan Pers (SPS), Persatuan Radio Siaran Swasta Nasional Indonesia (PRSSNI), Asosiasi Televisi Swasta Indonesia (ATVSI), Asosiasi Televisi Lokal Indonesia (ATVLI), Asosiasi Media Siber Indonesia (AMSI), Serikat Media Siber Indonesia (SMSI), Jaringan Media Siber Indonesia (JMSI). Mereka ini sekaligus harus diajak bertanggungjawab agar kualitas wartawan yang berada di media yang berwadah di organisasi konstituen itu, terus ditingkatkan. Bukan hanya organisasi wartawannya seperti PWI, AJI, IJTI, dan PFI.

Sikap profesional wartawan adalah satu-satunya hal yang bisa membuat profesi ini dihargai oleh masyarakat atau tidak, media massa masih menjadi acuan sumber informasi terpercaya atau tidak, dan bahkan kelak media massa masih akan dapat hidup atau tidak.

UKW dapat menjadi alat penyaring, sejauh penyaring dan penyaringannya baik dan benar. Artinya Dewan Pers sebagai pemberi mandat UKW ke lembaga uji, harus melakukan evaluasi berkala agar produk lembaga uji itu kredibel. Kalau kurang, diperbaiki. Kalau salah, ingatkan aturan dan kewajiban untuk menaatinya.

Pernah juga dilakukan survei beberapa tahun lalu, kaitan antara kompetensi lulusan UKW dan kinerjanya di perusahaan tempatnya bekerja, diukur dari kepuasan manajemen media tersebut. Hasilnya, ada relasi positif. Mungkin perlu diadakan lagi agar didapat kondisi terbaru.
Apapun, yang tidak kalah penting adalah tanggung jawab moral mereka yang sudah lulus uji kompetensi untuk menjaga harkat dan martabatnya sebagai wartawan profesional. Ayo buktikan lewat perilaku dan karya jurnalistik Anda. ***

Halaman:

Tags

Terkini

FWK Membisikkan Kebangsaan dari Diskusi-diskusi Kecil

Jumat, 31 Oktober 2025 | 10:30 WIB

Budaya Hukum Persahabatan

Rabu, 24 September 2025 | 11:00 WIB

Generasi PhyGital: Tantangan Mendidik Generasi Dua Dunia

Minggu, 21 September 2025 | 10:13 WIB

Akhmad Munir dan Harapan Baru di Rumah Besar Wartawan

Selasa, 2 September 2025 | 09:52 WIB

Kemerdekaan Lingkungan, Keselamatan Rakyat

Rabu, 13 Agustus 2025 | 10:15 WIB

Mikroplastik: Ancaman Baru terhadap Kesehatan

Kamis, 7 Agustus 2025 | 09:00 WIB

Pro dan Kontra Identik Perpecahan?

Rabu, 6 Agustus 2025 | 12:05 WIB

Mentalitas Kemerdekaan

Jumat, 18 Juli 2025 | 16:50 WIB

Jabatan sebagai Amanah

Kamis, 19 Juni 2025 | 11:15 WIB