opini

Suap-Menyuap

Jumat, 3 Juni 2022 | 10:36 WIB
Prof Dr Sudjito SH MSi (Foto:Dok Merapi)

 


Oleh: Sudjito Atmoredjo*

KABAR terbaru, tadi malam, 2 Juni 2022, seorang mantan Walikota Yogyakarta ditangkap KPK melalui OTT. Hanya sehari setelah masa jabatannya berakhir (tanggal 1 Juni 2022), kemudian tanggal 2 Juni 2022 menjadi pesakitan, diduga terlibat kasus suap-menyuap.


Momentum ini dapat ditafsirkan bahwa KPK sudah sekian lama mengendus kejahatan itu. Apapun dan kapanpun, suatu kejahatan mesti diberantas. Pelakunya ditindak. Keadilan dihadirkan. Demi kehidupan bersama yang lebih baik.


Sehubungan KPK sendiri belum membuka kasus itu (press release) kepada publik, maka prasangka negatif, dan analisis apapun (kalaupun muncul), tentu belum layak diterima kebenarannya. Dalam bahasa hukum, hendaknya dihormati dan digunakan asas presumption of innocence (prasangka tak bersalah).

Baca Juga: OTT Mantan Walikota Jogja Haryadi Suyuti, Total 9 Orang Ditangkap KPK


Sebab itulah, maka jangkauan artikel ini, bukan fokus pada kasus tersebut, melainkan jauh lebih luas, yakni suatu peringatan agar siapapun, mesti hati-hati menjalankan amanah jabatan publik. Banyak liku-liku, kerikil tajam, batu sandungannya.


Sebagai seorang muslim, pastilah mantan Walikota dimaksud paham bahwa suap-menyuap itu dilarang. Mencari suap, menyuap, dan menerima suap, hukumnya haram. Hal itu berlaku juga bagi mediator antara penyuap dan penerima disuap.


Rasulullah SAW bersabda, "Allah melaknat penyuap, dan yang disuap, dalam urusan hukum" (HR Tirmidzi). Ketika diancam oleh laknat Allah, berarti hidup seseorang akan jauh dari rahmat dan berkah-Nya. Beragam persoalan selalu melilitnya. Bencana dan malapetaka datang silih-berganti, tanpa henti. Di akhirat kelak, nasibnya pun akan merugi. Ingatlah sabda Nabi SAW: "Yang menyuap dan yang disuap masuk neraka" (HR Ath-Thabrani).

Baca Juga: Kejaksaan Tahan Plt Kepala UPTD Rusunawa Entikong Karena Terlibat Korupsi Pengelolaan Rusunawa


Diduga banyak pihak terlibat dalam kasus mantan Walikota itu. Siapa saja? Penegak hukum (KPK) wajib menangkap secepatnya, agar mereka tidak melarikan diri ke luar negeri, menghilangkan barang bukti, ataupun mengaburkan kejahatan yang sebenarnya.


OTT oleh KPK, dan proses hukum selanjutnya, dapat dipandang positif, bila segalanya dilakukan secara profesional, tanpa pandang bulu, setuntas-tuntasnya. Sisi positif ini, selain berlaku untuk kepentingan masyarakat Yogyakarta, juga sebagai pembelajaran bagi pejabat publik lainnya.


Bahkan lebih jauh (dalam ranah spiritual-religius), pengadilan atas kejahatan di dunia, bisa mengurangi ataupun menihilkan pengadilan hakiki di akhirat. Syaratnya, siapapun terlibat - baik pelaku maupun penegak hukumnya - konsisten menerima dan menjalankan hukum-hukum Tuhan seluruhnya.

Baca Juga: Teror Penembakan Massal di Tusla Oklahoma, Pelaku Bunuh Dokter Bedahnya karena Masalah Ini


Di negeri ini, sungguh tidak mudah menjalankan hukum-hukum Tuhan itu. Sering, hukum negra dianggap segala-galanya. Ketika suap diproses berdasarkan hukum negara, kebenaran dan keadilan sering terkalahkan. Penyuap dan penerima suap cenderung membenarkan kezaliman dan memutarbalikkan fakta. Pengadilan menjadi panggung sandiwara. Proses peradilan menjadi drama tanpa makna.

Halaman:

Tags

Terkini

FWK Membisikkan Kebangsaan dari Diskusi-diskusi Kecil

Jumat, 31 Oktober 2025 | 10:30 WIB

Budaya Hukum Persahabatan

Rabu, 24 September 2025 | 11:00 WIB

Generasi PhyGital: Tantangan Mendidik Generasi Dua Dunia

Minggu, 21 September 2025 | 10:13 WIB

Akhmad Munir dan Harapan Baru di Rumah Besar Wartawan

Selasa, 2 September 2025 | 09:52 WIB

Kemerdekaan Lingkungan, Keselamatan Rakyat

Rabu, 13 Agustus 2025 | 10:15 WIB

Mikroplastik: Ancaman Baru terhadap Kesehatan

Kamis, 7 Agustus 2025 | 09:00 WIB

Pro dan Kontra Identik Perpecahan?

Rabu, 6 Agustus 2025 | 12:05 WIB

Mentalitas Kemerdekaan

Jumat, 18 Juli 2025 | 16:50 WIB

Jabatan sebagai Amanah

Kamis, 19 Juni 2025 | 11:15 WIB