Oleh: Sudjito Atmoredjo*
ANALOG dengan perang Baratayuda, “perang tanding” antara Menko Polhukam plus PPATK di satu pihak versus Menkeu plus DPR di pihak lain, telah berlangsung tiga kali. Objek persengketaan adalah transaksi mencurigakan sebesar Rp 349.874.187.502.987, 00.
Pertama di DPR (29/3/2023), kala itu Menko Polhukam dikeroyok 24 anggota DPR dengan berbagai pertanyaan. Sebagai tontonan yang dapat diikuti melalui tayangan televisi, adegan-peradegan berlangsung seru. Pemirsa berdebar-debar. Eloknya, semua pertanyaan mampu dijawab dengan lugas dan tangkas.
Perang kedua berlangsung di gedung PPATK (10/4/2023). Diduga perang berlangsung seru juga. Sayang tidak digelar secara terbuka (berlangsung tertutup). Demi terjaganya kepercayaan publik, maka usai perang tertutup, barulah dilakukan jumpa pers. Menko Polhukam, Menkeu, dan PPATK tampil bersama. Terlihat dalam tayangan televisi, jumpa pers berjalan lancar dan singkat. Suasana tegang, kaku, tanpa senyum. Pun pula tak ada sesi tanya-jawab. Dari suasana demikian terindikasi ada hal-hal amat serius.
Baca Juga: Liburan Lebaran 2023, Datanglah ke Magelang, Sembari Wisata Sambil Olah Raga
Adapun perang ketiga digelar di DPR lagi (11/4/2023). Menko Polhukam, Menkeu, dan PPATK menyampaikan hasil pertemuan terakhir. Sekalipun ada pembahasan oleh beberapa anggota DPR, tetapi tidak seru. Ujungnya, DPR memahami dan menyetujui tidak lanjut yang akan dilakukan oleh Komite TPPU.
Diwartakan beberapa media, ada 7 poin kesimpulan diperoleh dari pertemuan ke-5 bersama Menko Polhukam, Menkeu, dan PPATK. Tujuh poin kesimpulan dimaksud sudah viral di media. Berikut catatan hukum atas kesimpulan tersebut.
Pertama, dalam perspektif kebenaran. Poin kesimpulan pertama terasa amat krusial. Pada poin ini dinyatakan tidak ada perbedaan data antara yang disampaikan oleh Menko Polhukam sebagai Ketua Komite TPPU di Komisi III DPR tanggal 29 Maret 2023 dengan yang disampaikan oleh Menkeu di Komisi XI DPR tanggal 27 Maret 2023. Sumber data yang disampaikan sama, yakni data agregat Laporan Hasil Analisis (LHA) PPATK tahun 2009-2023.
Baca Juga: Orang Tua Diintimidasi, Polda Lampung Minta Tiktoker Bima Yudho Segera Lapor
Perbedaan terlihat hanya pada cara klasifikasi dan penyajian data. Keseluruhan LHA/LHP mencapai 300 surat. Total nilai transaksi agregat lebih dari Rp 349 triliun. Menko Polhukam mencantumkan semua LHA/LHP yang melibatkan pegawai Kemenkeu, baik LHA/LHP yang dikirimkan ke Kemenkeu maupun LHA/LHP yang dikirimkan ke Aparat Penegak Hukum (APH). Data yang terkait dengan pegawai Kemenkeu, dibagi menjadi 3 kluster. Dalam pada itu Kemenkeu hanya mencantumkan LHA/LHP yang diterimanya saja, tanpa mencantumkan LHA/LHP yang dikirimkan ke APH.
Dari poin pertama itu jelas, cetha wela-wela, bahwa kebenaran data ada pada kedua belah pihak. Kesalahan pengklasifikasian dan penyajian data dilakukan oleh Kemenkeu. Kesalahan demikian wajib dikritisi. Apakah kesalahan terjadi karena kelalaian ataukah kesengajaan? Layakkah institusi sebesar Kemenkeu berbuat salah dalam bobot sedemikian berat, dan melibatkan sedemikian banyak pegawainya?.
Kedua, dalam perspektif penegakan hukum. Pada poin keenam dinyatakan bahwa Komite TPPU akan segera membentuk Tim Gabungan/Satgas. Tugasnya, melakukan supervisi untuk menindaklanjuti keseluruhan LHA/LHP nilai agregat sebesar Rp 349.874.187.502.987, 00 dengan melakukan case building (membangun kasus dari awal). Komite dan Tim Gabungan/Satgas akan bekerja secara profesional, transparan, dan akuntabel.
Baca Juga: Petung Jawa weton Selasa Wage 18 April 2023, pepesthenne 'nriman' atau terima apa adanya