opini

Bercermin dari Kasus Hotman Paris dan Razman Nasution: Dicari Advokat Pendekar Hukum dan Keadilan

Kamis, 13 Februari 2025 | 09:30 WIB
TM. Luthfi Yazid, Ketua Umum DePA-RI (Dewan Pergerakan Advokat Republik Indonesia). (Dok Pribadi)

 

 

Oleh: TM. Luthfi Yazid*)

Kasus “ributnya” pengacara Hotman Paris Hutapea dan Razman Arief Nasution di Pengadilan Jakarta Utara—setelah majelis hakim menskorsing dan menutup sidang karena pihak Razman menolak keras sidang dilakukan secara tertutup-- mendapat sorotan media yang sangat luas. Keributan itu semakin disorot karena salah seorang pengacara Razman yang bernama M. Firdaus Oiwobo,  naik ke atas meja di ruang sidang itu. Nitizen, publik dan praktisi hukum pun banyak yang ikut bersuara melalui berbagai channel media. Lengkap dengan pro dan kontranya.

Tidak berhenti di situ. Razman pun dilaporkan ke Bareskrim oleh Ibrahim Palino, hakim Pengadilan Jakarta Utara karena dianggap membuat gaduh dalam persidangan. Pun beredar di media sosial penetapan Ketua Pengadilan Tinggi tentang pembekuan Berita Acara Sumpah (BAS) atas nama M. Firdaus Oiwobo, S.H., maupun atas nama Razman Arief Nasution, karena mereka dianggap melakukan ”Contempt of Court” (CoC). Firdaus dan Razman diberhentikan secara permanen sebagai advokat. Perseteruan Hotman dan Razman sebenarnya sudah lama ini terus bergulir menyita ruang publik karena, baik Hotman maupun Razman terus menyampaikan sikapnya yang saling serang, saling menjatuhkan.

Meskipun berbeda posisi dalam persidangan di Pengadilan Negeri Jakarta Utara, semua orang tau kalau Hotman dan Razman adalah advokat terkenal yang menyandang predikat officium nobile (profesi terhormat). Dalam situasi negeri kita seperti sekarang, di mana hukum sedang tidak baik-baik saja dan banyak persoalan hukum yang sifatnya strategis dan memerlukan sumbangsih dan problem solving dari para advokat, maka apakah yang dipertontonkan oleh Razman, Firdaus maupun Hotman adalah sesuatu yang produktif bagi negeri ini?

Baca Juga: BBPOM Jakarta Kaitkan Peredaran Obat Keras Ilegal dengan Fenomena Tawuran

Bukankah  masih banyak persoalan-persoalan rakyat yang lemah (less in power) dan tidak memiliki akses pada keadilan karena dizolimi yang membutuhkan peran serta advokat? Tentu saja, mencari solusi bagi persoalan bangsa dan memperjuangkan keadilan bukan hanya tugas advokat, namun tugas kita semua terutama para penegak hukum.

Thomas S. Kuhn, seorang ilmuwan yang mendalami filsafat ilmu pengetahuan (the philosophy of science) dalam The Structure of Scientific Revolutions (the University of Chicago, 1970) menuliskan opininya yang kurang lebih seperti ini: secara saintifik, apabila di suatu masyarakat banyak terjadi anomali (dalam penegakan hukum misalnya), maka suatu saat akan terjadi perubahan paradigm dan akan lahir kelompok-kelompok pencerah yang akan menyuarakan kebenaran dan keadilan.

Presiden Prabowo Subianto dalam pidatonya beberapa waktu lalu menegaskan akan mengejar koruptor meski sampai ke Antartika. Tekad tersebut tentu sangat kita hargai. Pidato Presiden Prabowo tersebut harus dijadikan panduan gerak kerja kabinet Merah Putih atau dapat diibaratkan semacam road-map, yang seumpama landasan pesawat (run-way) menjadi koridor setiap pesawat yang akan take off maupun landing. Apabila pesawat landing ataupun take off di luar koridor run-way tersebut, maka sangat berpotensi mengakibatkan kecelakaan.

Beberapa waktu yang lalu kita dikejutkan dengan sejumlah penangkapan terhadap aparat penegak hukum yang diduga melakukan suap, gratifikasi, korupsi dan pemufakatan jahat. Tiga orang hakim ditangkap dan menjadi tersangka di PN Surabaya. Mereka adalah Erintuah Damanik, Mangapul dan Heru Hanindyo.  Seorang advokat bernama Lisa Rachmat juga ditangkap. Mereka ini diduga terlibat permufakatan jahat atas kasus pembunuhan yang dilakukan Gregorius Ronald Tannur terhadap pacarnya.

Baca Juga: WNA Bikin Ulah di Bali Jadi Kekhawatiran Kementerian Pariwisata

Publik dibuat terhenyak terkait kasus ini karena diduga melibatkan seorang mantan pejabat MA Zarof Ricar (ZR), yang juga ditangkap dan menjadi tersangka dengan dugaan terlibat dalam pemufakatan jahat untuk membebaskan Tannur. Lebih menggemparkan  publik lagi ternyata di rumah ZR didapati gunungan uang yang mencapai Rp 920.000.000.000.000 atau  hampir Rp 1 triliun dan emas 51 kg.

Beginikah sesungguhnya gambaran dunia peradilan kita? Begitukah caranya untuk mendapatkan keadilan di negeri ini? Jika kita menyimak kembali UUD 1945 secara tegas dikatakan bahwa kita adalah negara hukum (Pasal 1 ayat 3). Di dalam konstitusi juga tidak ada jaminan “kepastian hukum” saja, tapi yang ada adalah “kepastian hukum yang adil” (Pasal 28D ayat 1). Bahkan di dalam pembukaan UUD 1945 disebutkan “mewujudkan keadilan bagi seluruh rakyat Indonesia”. Artinya, kita sebagai bangsa memiliki sebuah “perjanjian luhur” (noble agreement) antara negara dengan rakyatnya bahwa negara wajib menyelenggarakan serta menjamin keadilan bagi seluruh rakyat Indonesia (justitia omnibus) tanpa membedakan suku, agama, ras, perbedaan pandangan politik, status sosial dan sebagainya.

Halaman:

Tags

Terkini

FWK Membisikkan Kebangsaan dari Diskusi-diskusi Kecil

Jumat, 31 Oktober 2025 | 10:30 WIB

Budaya Hukum Persahabatan

Rabu, 24 September 2025 | 11:00 WIB

Generasi PhyGital: Tantangan Mendidik Generasi Dua Dunia

Minggu, 21 September 2025 | 10:13 WIB

Akhmad Munir dan Harapan Baru di Rumah Besar Wartawan

Selasa, 2 September 2025 | 09:52 WIB

Kemerdekaan Lingkungan, Keselamatan Rakyat

Rabu, 13 Agustus 2025 | 10:15 WIB

Mikroplastik: Ancaman Baru terhadap Kesehatan

Kamis, 7 Agustus 2025 | 09:00 WIB

Pro dan Kontra Identik Perpecahan?

Rabu, 6 Agustus 2025 | 12:05 WIB

Mentalitas Kemerdekaan

Jumat, 18 Juli 2025 | 16:50 WIB

Jabatan sebagai Amanah

Kamis, 19 Juni 2025 | 11:15 WIB